[FF Remake] Long Time Coming (제 1회)

ff_ltc

Author : Sandra Brown | Main cast : Im YoonA, Park Chanyeol, Hong Joshua | Other cast : find by yourself | Genre : Romance, AU, remake, hurt | Rating : PG+21 | Length : Chapter

Disclaimer : “Anggap saja Yoona, Chanyeol, dan Hong Jisoo a.k.a Joshua adalah orang yang sama seperti di dalam cerita buatan Sandra Brown—meskipun rupanya berubah menjadi mereka—supaya tidak terlalu banyak mengubah karyanya yang luar biasa. Happy reading^-^”

.

.

.

.

Mobil Porsche itu meluncur di jalan bagai seekor macan kumbang yang ramping. Mobil itu menikung tajam di belokan, suara mesinnya mendengung rendah dan dalam hingga terdengar seperti geraman seekor hewan pemangsa.

Yoona Hibbs sedang berlutut di kebun bunganya yang subur, menggali di antara semak-semak di bawah rumpun ligustrum dan mengumpati serangga-serangga kecil yang berpesta pora melahap tanamannya, ketika deru mesin mobil itu menarik perhatiannya. Ia menengok ke belakang mengamati mobil itu, lalu mulai panik saat mobil itu berhenti di muka rumahnya.

“Ya ampun, apa sudah sesiang itu?” gumamnya. Ia meletakkan sekopnya, lalu berdiri dan mengibaskan tanah basah yang menempel di lututnya.

Tangannya terangkat untuk mengusap poni dari keningnya sebelum Yoona menyadari ia masih mengenakan sarung tangan berkebunnya yang tebal. Yoona segera melepaskannya dan menaruhnya di samping sekop, sambil terus memperhatikan sipengemudi keluar dari mobil sport itu dan mulai berjalan memasuki pekarangannya.

Yoona melirik arlojinya, dan melihat bahwa ia tidak lupa waktu. Pria itulah yang kepagian untuk pertemuan mereka, dan akibatnya, Yoona tidak bakal memberi kesan pertama yang baik. Kepanasan, berkeringat dan kotor bukan penampilan yang hebat untuk bertemu dengan seorang klien. Padahal ia sangat membutuhkan komisinya.

Sambil memaksakan seulas senyum, Yoona ber jalan menyambut tamunya, dengan gelisah berusaha mengingat apakah rumah dan studionya cukup rapi ketika ditinggalkannya tadi waktu ia memutuskan untuk berkebun selama satu jam. Ia sudah berencana untuk merapikannya sebelum tamunya tiba.

Penampilannya mungkin acak-acakan, tapi Yoona tidak mau kelihatan bisa diintimidasi. Keramahan yang diimbuhi rasa percaya diri adalah satu-satunya cara untuk menutupi penampilannya yang tidak menguntungkan ini.

Pria itu masih beberapa langkah darinya ketika Yoona menyapanya. “Halo,” ujarnya sambil tersenyum lebar. “Kelihatannya waktu kita tidak tepat. Saya pikir Anda tidak akan datang sampai beberapa saat lagi.”

“Aku memutuskan bahwa sudah waktunya permainan kotormu diakhiri.”

Sepatu kets Yoona sedikit terpeleset di atas trotoar saat ia berhenti mendadak. Ia memiringkan kepalanya kebingungan. “Maaf, saya—”

“Siapa kau sebenarnya, Nona?”

“Miss Hibbs. Anda sangka siapa?”

“Aku tidak tahu siapa namamu. Muslihat apa yang sedang kaumainkan?”

“Muslihat?” Yoona memandang ke sekelilingnya tanpa daya, seolah-olah pohon sycamore besar di halamannya dapat memberi jawaban atas interogasi yang aneh ini.

“Kenapa kau terus-menerus mengirimiku surat-surat itu?”

“Surat-surat?”

Pria itu jelas marah, dan keheranan Yoona tampaknya semakin membuatnya murka. Pria itu melangkah cepat ke arahnya seperti seekor elang mengincar tikus sawah, hingga Yoona harus menengadah untuk menatapnya. Matahari yang cerah berada di balik pria itu, sehingga yang tampak hanya siluetnya.

Pria itu berambut cokelat, tinggi, ramping dan mengenakan celana panjang santai dan kaus—gayanya tanpa cela. la memakai kacamata hitam, sehingga Yoona tidak dapat melihat matanya, tapi melihat ekspresi dan cara berdirinya yang begitu garang, Yoona lebih suka tidak melihat matanya.

“Saya tidak mengerti apa yang Anda bicarakan.”

“Surat-surat itu, Nona, surat-surat itu.” Pria itu menekankan kata-katanya sambil mengatupkan giginya yang putih.

“Surat-surat apa?’

“Tidak usah pura-pura.”

“Anda yakin Anda berada di alamat yang benar?

Pria itu kembali melangkah maju. “Aku berada di alamat yang benar,” ujarnya geram.

“Tampaknya tidak.” Yoona tidak suka ditekan seperti itu, terutama oleh seseorang yang tidak dikenalnya mengenai sesuatu yang sama sekali tidak diketahuinya. “Entah Anda gila atau mabuk, tapi bagaimanapun juga, Anda salah. Saya bukan orang yang Anda cari dan saya minta Anda segera meninggalkan rumah saya. Saat ini juga.”

“Tadi kau sedang menungguku. Aku bisa melihatnya dari caramu menyambutku.”

“Tadinya saya pikir Anda orang dari biro iklan.”

“Yah, saya bukan orang biro iklan.”

“Syukurlah.” Yoona tidak suka kalau harus berbisnis dengan seseorang yang begitu pemarah dan tidak masuk akal seperti orang ini.

“Kau tahu betul siapa aku.” ujar pria itu, membuka kacamata hitamnya.

Napas Yoona tercekat dan ia mundur satu langkah karena ia ternyata memang mengenal pria itu. Ia memegang dadanya untuk menahan jantungnya yang berdebar cepat. “Chanyeol,” bisiknya.

“Betul. Chanyeol Kincaid. Persis seperti yang kau tulis di amplop-amplop itu.”

Yoona terpana melihat pria itu setelah bertahun-tahun lamanya, berdiri hanya beberapa senti di hadapannya. Kali ini pria itu bukan hanya sosok yang dikenalnya di surat kabar atau layar TV. Sosok asli pria itu ada di hadapannya. Tahun-tahun berlalu namun penampilan pria itu masih tetap gagah.

Yoona ingin tetap berdiri dan terus memandang pria itu, tapi Chanyeol memandangnya dengan tatapan jijik dan sama sekali tidak mengenalinya. “Mari masuk, Mr. Kincaid,” ajak Yoona dengan lembut.

Beberapa orang tetangga yang sedang menikmati cuaca akhir pekan yang cerah sambil berkebun, berhenti bekerja atau menyirami tanamannya untuk memperhatikan mobil dan tamu Miss Hibbs.

Tamu pria yang datang ke rumahnya bukanlah sesuatu yang aneh. Banyak kliennya yang pria dan kebanyakan dari mereka berkonsultasi dengannya di rumah. Umumnya tamu-tamu pria yang datang adalah eksekutif resmi, dan mengenakan setelan bisnis. Jarang sekali yang berkulit gelap dan bertampang bintang film, dan mengendarai mobil mewah.

Wilayah hunian di Houston ini bukanlah pemukiman mewah seperti yang ada di sekitarnya. Sebagian besar penduduk di situ berusia separo baya dan mengendarai sedan yang biasa-biasa saja. Porsche yang berhenti di wilayah itu tentu saja memancing rasa ingin tahu. Dan sepanjang ingatan para tetangganya, Yoona Hibbs tidak pernah hertengkar dengan siapa pun.

Sepatu bersol karetnya berdecit saat ia berbalik dan Chanyeol Kincaid mengikutinya hingga masuk rumah. Kelembapan di luar sana membuat udara AC terasa nyaman, tapi karena tubuh Yoona basah karena keringat, udara yang dingin malah membuatnya merinding. Atau mungkin kesadaran bahwa Chanyeol ada di belakangnya yang membuat bulu kuduknya meremang.

“Lewat sini.”

Yoona mengajaknya melewati lorong yang luas, yang biasanya ditemukan di rumah-rumah yang dibangun sebelum PD II, dan menuju teras belakang yang berkaca, yang juga menjadi studionya. Ia merasa seperti di rumah di tempat ini, lebih santai, dan membuatnya lebih mampu menghadapi kenyataan mengagumkan bahwa Chanyeol Kincaid tanpa disangka-sangka kembali memasuki hidupnya lagi.

Saat Yoona berbalik hingga berhadapan dengan pria itu, mata Chanyeol yang cokelat jernih sedang mengamati sekeliling studio. Matanya segera memandang mata Yoona bagaikan magnet.

“Jadi?” tanyanya ketus, bertolak pinggang. Jelas pria itu sedang menunggu penjelasan lengkap atas sesuatu yang sama sekali tidak diketahui Yoona.

“Aku tidak tahu apa-apa tentang surat apa pun juga, Mr. Kincaid.”

“Surat-surat itu dikirimkan dari alamat ini.”

“Kalau begitu ada kesalahan dari kantor pos.”

“Tidak mungkin. Tidak sampai lima kali selama beberapa minggu. Dengar, Mrs. eh… siapa tadi?”

“Hibbs. Miss Hibbs.”

Pria itu memandangnya sekilas dengan rasa ingin tahu. “Miss Hibbs, aku sudah melajang selama tiga puluh sembilan tahun. Sudah lama melampaui masa remaja. Aku tidak ingat setiap wanita yang ku tiduri.”

Jantung Yoona kembali melonjak-lonjak tak keruan, dan ia menghirup napas dengan cepat, “Aku tidak pernah tidur denganmu.”

Pria itu membuka kakinya sedikit dan memiringkan kepalanya dengan angkuh. “Kalau begitu bagaimana mungkin kau mengaku memiliki seorang anak laki-laki dariku? Seorang anak laki-laki yang keberadaannya tidak pernah kuketahui sampai aku menerima suratmu yang pertama beberapa minggu yang lalu.”

Yoona terpana memandang pria itu hingga tak mampu berkata-kata. Ia dapat merasakan wajahnya memucat. Rasanya seolah bumi di bawah kakinya telah lenyap.

“Aku tidak pernah punya anak. Dan ku ulangi lagi, aku tidak pernah mengirimimu selembar surat pun.” Yoona menunjuk ke arah kursi. “Bagaimana kalau kau duduk dulu?” Ia tidak menawarkan itu demi sopan santun maupun kenyamanan pria itu. Ia khawatir kalau ia tidak segera duduk, lututnya takkan tahan lagi menyangga tubuhnya.

Chanyeol memikirkan tawarannya selama beberapa saat, menggigit sudut bibirnya dengan marah sebelum bergerak menuju sebuah kursi rotan. Ia duduk di sudutnya, seolah bersiaga untuk segera berdiri jika diperlukan.

Menyadari sepatu ketsnya yang kotor, celana pendeknya yang sudah belel dan kausnya yang usang, Yoona duduk di kursi berhadapan dengan pria itu. Ia duduk dengan tegak, merapatkan lututnya yang kotor, dan menangkupkan tangannya dengan gugup di atas pangkuannya.

Yoona merasa telanjang dan rapuh saat mata tajam pria itu bergerak menelusuri dirinya, wajahnya, rambutnya yang acak-acakan, bajunya, dan lututnya yang kotor.

“Kau mengenalku.” Chanyeol melontarkan kata-kata nya seperti tembakan peluru kendali.

“Siapa pun yang menonton TV atau membaca surat kabar pasti mengenal Anda. Anda adalah astronot paling terkenal setelah John Glenn.”

“Karena itu aku jadi sasaran paling empuk bagi setiap orang sinting yang mencari korbannya.”

“Aku bukan orang sinting!”

“Kalau begitu kenapa kau mengirimiku surat-surat itu? Kau tahu, cara seperti itu sudah umum. Aku mendapat lusinan surat tiap harinya.”

“Selamat, ya.”

“Tidak semuanya surat penggemar. Ada beberapa surat orang-orang fanatik yang marah, yang merasa kami meChanyeolan takdir Tuhan. Beberapa menganggap kecelakaan Challenger adalah campur tangan Tuhan—hukuman-Nya—karena ulah kami yang menodai surga atau omong kosong seperti itulah. Aku menerima banyak tawaran untuk menikah maupun tawaran-tawaran aneh lainnya,” ujarnya datar.

“Kau beruntung sekali.”

Chanyeol mengacuhkan sindiran Yoona dan terus berbicara. “Tapi surat-suratmu memunculkan ide baru. Kau adalah orang pertama yang menyatakan bahwa aku adalah ayah anakmu.”

“Anda dengar tidak sih? Aku kan sudah bilang bahwa aku tidak pernah punya anak. Bagaimana kau bisa menjadi ayahnya?”

“Justru itu maksudku, Miss Hibbs!” sergahnya.

Yoona berdiri. Demikian juga pria itu. Ia mengikuti Yoona yang berjalan menuju meja gambarnya dan menyibukkan diri membereskan pensil-pensil sketsanya dan kuas-kuas catnya ke dalam berbagai wadahnya.

“Kau juga orang pertama yang mengancam untuk membeberkan hal itu seandainya aku tidak melakukan apa yang kauminta.”

Yoona berbalik dan Chanyeol berada sangat dekat dengannya. Ia bahkan dapat merasakan celana pria itu di kakinya yang telanjang. “Memangnya apa yang bisa kulakukan untuk mengancammu? Kau adalah malaikat dalam program penjelajahan ruang angkasa, di agung-agungkan sebagai pahChanyeolan. Kau menyihir seluruh penduduk Amerika untuk terus menonton televise saat kau dan seorang kosmonot Rusia berjabat tangan untuk kesepakatan damai di luar angkasa.

“Ada parade yang meriah untuk menyambut kedatanganmu dan para kru di New York. Kau pernah makan malam di Gedung Putih bersama Presiden dan Ibu Negara. Bisa dibilang hanya kau yang berhasil mengubah pandangan publik terhadap NASA, yang tentunya tidak simpatik setelah peristiwa Challenger. Kritik-kritik atas penerbangan pesawat luar angkasa dengan awak manusia tidak dipedulikan lagi setelah apa yang telah kaulakukan.

“Kalau aku yang bukan apa-apa ini berani menentang orang setenar dirimu, aku pasti sudah gila atau bodoh. Aku bisa pastikan bahwa aku bukan dua-duanya.”

“Kau memanggilku Chanyeol.”

Setelah ucapannya yang panjang-lebar itu, sergahan tiga kata dari pria itu menjadi pernyataan anti klimaks yang membuat Yoona terkejut. “Apa?”

“Waktu kau pertama kali mengenaliku, kau memanggilku Chanyeol.”

“Itu memang namamu, kan?”

“Tapi biasanya orang yang berpapasan di jalan akan memanggilku Kolonel Kincaid, bukan panggilan akrab seperti Chanyeol. Kecuali kalau kita sudah saling mengenal sebelumnya.”

Yoona mengelak pernyataan itu. “Apa yang diminta dari surat-surat yang kau tuduhkan itu?”

“Pertama-tama, uang.”

“Uang?” pekik Yoona. “Konyol sekali.”

“Lalu pemberitahuan pada publik atas keberadaan anakku.”

Yoona melepaskan diri dari impitan pria itu dan meja gambarnya. Kedekatan Chanyeol membuatnya tidak dapat berpikir jernih. Ia mulai mengatur tumpukan sketsanya yang bertebaran di atas meja kerjanya. “Aku orang yang sangat mandiri, yang mampu memenuhi kebutuhanku sendiri. Aku tidak akan pernah menuntut uang darimu maupun dari orang lain.”

“Ini pemukiman yang indah, rumah yang besar.”

“Milik orangtuaku.”

“Mereka tinggal di sini bersamamu?”

“Tidak. Ayahku sudah meninggal. Ibuku terserang stroke beberapa bulan yang lalu dan tinggal di rumah perawatan.” Yoona membanting tumpukan sketsanya dan berbalik menghadap tamunya. “Aku sanggup menghidupi diriku sendiri. Apa urusanmu dengan semua hal ini?”

“Kurasa korban harus mengenal orang yang hendak memerasnya.” Dengan suara parau ia menambahkan, “Dalam setiap segi.”

Mata pria itu kembali menelusuri Yoona. Kali ini lebih perlahan dan penuh penilaian. Yoona melihat mata itu berhenti di payudaranya, yang nyaris tidak dapat ditutupi oleh kausnya yang hasah. Ia dapat merasakan puncak payudaranya menegang dan gagal untuk meyakinkan dirinya bahwa reaksinya itu adalah akibat penyejuk ruangan, dan bukan tatapan Chanyeol Kincaid.

“Kelihatannya kau harus pergi sekarang,” ujar Yoona angkuh. “Sebentar lagi aku akan kedatangan seorang tamu dan aku harus bersiap-siap.”

“Siapa yang kautunggu? Orang dari biro iklan itu?” Melihat tatapan kaget Yoona, Chanyeol menambahkan, “Kau menyebutnya waktu aku baru tiba tadi.”

“Dia berjanji untuk datang dan melihat sketsa-sketsa yang kutawarkan untuk memperoleh komisi.”

“Kau seniman?”

“Ilustrator.”

“Kau bekerja di mana?”

“Bekerja sendiri. Aku pekerja freelance.”

“Sekarang ini kau sedang mengerjakan proyek apa?”

“Sampul depan Buku Telepon Houston.”

Alis Chanyeol yang kecoklatan terangkat, tampak terkesan. “Komisinya lumayan dong.”

“Aku belum mendapatkan pekerjaannya.” Yoona seharusnya menggigit lidahnya saat kata-kata itu meluncur. Pria itu cukup cerdas untuk mendengarnya.

“Kau sangat rnembutuhkan komisinya?”

“Tentu saja. Sekarang. kalau kau—”

Pria itu menahan Iengannya saat Yoona berusaha untuk melewatinya, berjalan menuju pintu depan. “Pasti sulit sekali, ya, hidup dari satu komisi ke komisi berikutnya sementara kau harus mengurus rumah ini dan membiayai perawatan ibumu.”

“Aku bisa mengatasinya.”

“Tapi kau tidak kaya.”

“Memang tidak.”

“Karena itulah kau mengirimiku surat-surat ancaman itu, kan? Untuk mendapatkan uang dariku?”

“Tidak. Untuk kesejuta kalinya, aku tidak pernah mengirimmu surat apa pun.”

“Pemerasan adalah kejahatan serius, Miss Hibbs.”

“Dan tuduhan yang bahkan terlalu konyol untuk dibicarakan. Sekarang, tolong lepaskan lenganku.”

Pria itu tidak menyakitinya. Tapi jari-jari yang melingkari lengannya itu membuat Yoona terlalu dekat dengan pria itu. Ia cukup dekat untuk mencium cologne Chanyeol yang seksi dan kesegaran napas pria itu, cukup dekat untuk melihat pusat bola matanya yang gelap yang pernah menghias sampul depan majalah Time yang menyebabkan majalah itu berhasil meraih rekor penjualan tertinggi dalam sejarah penjualannya.

“Kau tampaknya cukup pandai.” ujar Chanyeol.

“Apakah itu pujian?”

“Kalau begitu kenapa kau mengirim surat-surat kaleng padaku, lalu menulis alamatmu di amplopnya?”

Yoona tertawa lembut penuh keheranan dan menggelengkan kepalanya. “Aku tidak melakukannya. Atau barusan itu pertanyaan jebakan? Mana surat-surat itu? Apa aku boleh melihatnya? Mungkin setelah aku membaca surat-surat itu aku dapat memberi penjelasan.”

“Memangnya aku bodoh? Aku tidak akan menyerahkannya padamu supaya kau bisa menghancurkan bukti-buktinya.”

“Ya ampun,” pekik Yoona. la lalu menengadah menatap wajah pria itu yang tampak tegang, dan berkata, “Kau benar-benar serius dengan semua ini, ya?”

“Awalnya tidak. Kau hanyalah satu dari sekian banyak orang sinting. Tapi setelah surat yang kelima, waktu kau mulai mengancam atas tuduhan bahwa akulah ayah anakmu, kupikir sudah saatnya aku berhadapan langsung denganmu.”

“Aku tidak termasuk tipe wanita yang akan menuduh pria mana pun juga sebagai ayah anakku.”

“Bahkan pria yang sangat terkenal sepertiku ini?”

“Tidak.”

“Seorang pria yang akan kehilangan segalanya jika sampai terlibat skandal?”

“Ya! Lagi pula, aku kan sudah bilang bahwa aku tidak pernah punya anak.”

Mereka mendengar pintu depan dibuka dan dibanting kembali hingga menutup. Ada suara orang berlari di ruang depan. Lalu seorang remaja laki-laki yang tinggi-kurus berlari menuju pintu.

Mom, cepat lihat mobil yang diparkir di depan rumah kita. Mobilnya betul-betul keren!”

 

 

TBC

33 thoughts on “[FF Remake] Long Time Coming (제 1회)

  1. Jdi bner yoona punya anak dri chanyeol tp kok chanyeol kayak nggak kenal gtu..penasaran ihh di tunggu kelanjutannya saeng…

    Like

  2. Kok Yoong dipanggil Mom? Jadi, apakah Yoong yang berbohong? 😮 😮 😮
    Duh apa mungkin mereka memang pernah menjalin hubungan sebelumnya? Penasaran banget :* 😀 😀 😉 ❤

    Like

  3. Hah? Sandra brown? Aing jg suka baca novelnya chingu, yg harlequin jg rata2 udh baca banyak..
    And aing jg suka bayanginnnya tokoh cwonya chan krna aq emg ngebias dia,klo cwenya airin rv hehe..
    Ini novel judulnya emang long time coming? Coz aq blm bc yg ini..
    Remake yg lain lg y chingu… Aing suka bgt.
    Fightiiiingg!!!

    Like

  4. heiiiss jadi ini siapa yng bohong?
    tadinya udah percaya sm yoona tp pas di akhir kok ada anak yang manggil dia mom..? 😮

    Like

  5. Itu endingnya bikin penasaran… Entah Yoona yg bener dan Chan cuma salah alamat??? Mom???
    Siapa yg manggil dan dipanggil itu?

    Ditunggu lanjutannya~

    Like

  6. Daebakkk, keren banget…
    Bikin penasaran. Siapa sebenarnya yang berbohong…
    Katanya Yoona oenni tidak memiliki anak, tapi kok ada yang memanggilnya MOM…
    Pengen cepat2 baca lanjutannya…
    Ditunggu next partnya Chingu…
    Jangan lama2 yaa…hehehe
    Keep Writing and Fighting!!!

    Like

  7. Apa ini knpa pendek banget??!! 😦

    Itu beneran anak Yoona yg manggil yoong mom??
    Trus bner dong brarti klo chanyeol bapak tu anak,tp koq Ceye gk kenal gitu sma Yoona?
    Smentara Yoona keknya tahu betul tentang Ceye??

    Like

  8. Jujur. Aku belum pernah baca cerita originalnya.tapi kok keren yah? Cuman lagi2 Chanyeol kaya aneh gitu. Wkwk atau mungkin ini baru chap 1. Authoor update lanjutannya yah, aku kepo itu anak Yoona beneran atau bukan? Trus beneran itu anak Chanyeol juga? Uwaaaaaahhhh

    Like

  9. Wah remake….
    Buat lg dong remake-an/ff yg karakter chanyeolnya seperti biasa, dominan .. kangen sm cerita kaya gitu.. author paling jago bikin ff yg begituan.

    Like

  10. Daebbak….keren banget ceritanya, bikin penasaran. Yoona beneran punya anak dari Chanyeol?? kalo nggak itu kok ada yang manggil mom, yang dipanggil siapa?Yoona? Ditunggu next chap.. udah penasaran banget nih. Keep writing dan Fighting!!!!

    Like

  11. Mom? Jadi yoona beneran punya anak dari cy ? . Trus kenapa yoona ngelak pertanyaan chanyeol . Trus kenapa cy gitu banget ih , penasaran , next ya thor

    Like

  12. Woah ff remake baru ya. Cerita nya menarik,penasaran sama yg bilang mom itu siapa. Jgn2 itu anaknya yoona,ntar reaksi nya chanyeol gmna ya
    izin bca chapter 2 ya thor 😀
    keep writing n fighting!!

    Like

  13. Ff remake,, tpi gppa aku ga prnah jga bca yg aslinya 😂
    Chan g knal Yoong, tpi Yoong knal Chan. Kok bsa?
    Itu yg mnggil Mom k Yoong anak mreka bkan?
    Wihh,, pnasaran..

    Like

  14. Loh yoona beneran punya anak?
    Kayaknya itu emang anaknya chanyeol deh
    Tapi gtw siapa yang ngirim surat?
    Yang jadi anaknya jisoo?
    Ijin baca next chapt ya
    Oiya typo nya masih adaa

    Like

  15. Jadi sebenernya Yoona udh punya anak dan itu beneran anak dia sama Chanyeol kan? Ko Chanyeol bisa ga kenal gitu ya, apa dia amnesia gituu haha😀

    Like

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.