[FF Remake] The Dark Heroine – Dinner with a Vampire

15998621

From the novel by : ABIGAIL GIBBS (The Dark Heroine – Dinner with a Vampire) | Tittle : Chapter 6 | Main cast : Im YoonA, Park Chanyeol, Park Jungsoo, Kris Wu, Seo Yiahn | Other cast : Oh Sehun, Kim Jiwon, Lee Hyukjae, Kangta, Kim Jongin, Choi Junhong, Seo Kangjoon, Park Minha | Support cast : Cho Kyuhyun, Choi Jinhyuk, Choi Siwon | Genre : Romance, hurt, fantasy, AU, thriller | Rating : PG+21 | Length : Chapter/Series

Disclaimer : “Kurasa part ini adalah awal dari moment Yoona-Chanyeol. Setelah ini mungkin moment mereka akan bertambah banyak. Jangan memintaku untuk memposting cerita ini lebih cepat karena aku menyalinnya langsung dari bukunya. Mianhae, karena aku harus mengetiknya satu persatu. Oke, selamat membaca^^ J”

NB : yang ingin mengunjungi wattpad Abigail Gibbs, bisa pilih alamat ini (jika tersambung) http://www.wattpad/user/Canse12 atau bisa mencari cerita aslinya di google dengan judul dan pengarang yang sama

.

.

.

.

“Kyuhyun, apa yang kau lakukan disini?” Yoona beranjak mendekat saat Kyuhyun berdiri tak bergerak dua langkah di depannya. “Kyuhyun?” panggilnya sekali lagi.

Kyuhyun masih belum bergerak, dan Yoona melambaikan tangan di depan wajahnya. Sepertinya, Kyuhyun sedang melamunkan sesuatu, matanya menerawang dan tidak fokus.

“Kyuhyun!” panggil Yoona lagi, dengan suara lebih keras. Tiba-tiba saja, kepala Kyuhyun tersentak, dan Yoona melompat mundur karena kaget. Tubuh Kyuhyun bergetar dan lengannya terentang, menangkap pergelangan tangan gadis itu dengan tiba-tiba. Yoona terkesiap. Getaran menjalar di sepanjang kulit lengannya, naik ke bahunya, dan menuju jantungnya yang berdetak dengan cepat, seolah jantung itu menolak untuk sedikit melambat. Kulit dingin Kyuhyun membakar kulitnya, dan Yoona mencoba untuk menarik lengannya dari cengkeraman kuatnya, tapi ia tidak memiliki cukup kekuatan untuk melakukannya.

“Kyuhyun?!” Yoona berusaha menarik lengannya lagi, tapi cengkeraman tangan Kyuhyun justru semakin kuat. Yoona merasa darah terkuras dari lengannya dan melihatnya melemas.

“Aku minta maaf, Yoona sayang, aku tidak sepenuhnya fokus. Orang bilang, aku tersedot oleh pikiranku sendiri,” ujar Kyuhyun sambil membasahi bibirnya hingga licin dan berminyak. Yoona mendengar Kyuhyun mendengus dan ia memohon agar jantungnya bisa sedikit lebih tenang. Kyuhyun menatapnya, dan Yoona dipaksa menatap ke matanya. Sirna sudah warna biru gelap yang biasanya tampak disana. Yang ada justru warna merah terang.

Yoona menarik napas tercekat, matanya membelalak, dan ia mundur selangkah, berusaha menjauh dari wajahnya yang membuatnya merinding. Kyuhyun menariknya mendekat, menggunakan cengkeraman  tangannya di pergelangan tangannya.

“Tidak, manisku. Kau tidak akan pergi ke mana-mana.” Kyuhyun menarik Yoona ke dadanya, sebelum membungkuk dan meletakkan tangannya di belakang lututnya, mendorongnya. Yoona terkulai ke dalam dekapan Kyuhyun. Sedetik kemudian, ia merasakan udara dingin di pipinya dan ia tahu Kyuhyun sedang berlari menjauh dari Parkley—kemana, ia tidak tahu. Yoona memejamkan matanya, berusaha untuk menghentikan airmata yang mengalir deras. Baru pada saat itu terpikir olehnya untuk menjerit. Dan ia melakukannya. Jeritan mengerikan dan melengking yang bergema di tengah malam.

Namun, usahanya sia-sia. Tidak ada seorang pun yang mendengarnya dan tidak ada seorang pun yang datang.

.

.

Sesuatu yang tajam menusuk kulit pipi Yoona, menyobeknya sampai ke lapisan bawah. Matanya terbuka untuk melihat ranting menggores kulitnya, dan ia meringis saat darah keluar dari luka segar. Yoona mencoba mengangkat tangannya untuk menyekanya, tapi ia mendapati tangannya tidak bisa digerakkan. Yoona menunduk dan melihat tangannya terjepit diantara pinggulnya dan dada Kyuhyun, dan saat ia mencoba menggerakkan jari-jarinya, ia tidak bisa merasakan apa-apa.

“Apakah kau mau melawan, Anak Manis? Bukankah kau memang ingin pergi dari sana?” ujar Kyuhyun, menunduk di atas wajah Yoona. Mulut Kyuhyun terbuka sedikit, dan Yoona melihat taring tajamnya yang mematikan saat Kyuhyun menekan bibir bawahnya. Napasnya berhembus saat mulutnya terbuka lebih lebar, campuran bau daging dan darah kering tercium dari napasnya. Hidung Yoona mengerut dan ia berusaha menjauh.

“Kau lebih kuat dariku, jadi apa gunanya? Dan gunakan penyegar napas,” cetus Yoona, bertekad untuk melawan meskipun hanya dengan kata-kata.

“Kita akan lihat apakah kau akan tetap bersikap seperti itu setelah beberapa lama,” bentak Kyuhyun. Ia menunduk lebih rendah ke wajah Yoona, memutar lidahnya, menjilat darah dari luka gores di pipi gadis itu. Kyuhyun menghisap setiap tetesnya. Yoona hanya bisa memejamkan matanya saat bibir Kyuhyun menyusuri garis rahangnya, sampai akhirnya berhenti di lehernya. Kyuhyun menghirup dalam-dalam, dan Yoona merasakannya bergetar hebat. Tangan Kyuhyun terangkat ke bibirnya sendiri, dan ia menyusuri jarinya ke leher gadis itu, turun ke payudaranya, menyusupkan satu jarinya di lembah antara payudaranya. Yoona mengertakkan giginya.

Kyuhyun menghirup dalam-dalam sekali lagi, sebelum menghembuskannya ke kulit Yoona. “Sial! Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi,” desisnya.

Tanpa peringatan, Kyuhyun menjatuhkan Yoona hingga mendarat di tanah yang keras dengan suara berdebam, saat lengan gadis itu yang mati rasa menjadi bantalan untuk punggungnya. Yoona menjerit kesakitan, tangannya yang mati rasa langsung hidup lagi. Ia hampir tidak sempat menyadari bahwa samar-samar ia mengenali hutan yang lebat itu, terutama bangunan batu bersulur tanaman ivy di dekatnya, sebelum Kyuhyun menjongkok di depannya.

“Waktunya bersenang-senang, bagaimana menurutmu?”

Dengan kasar, Kyuhyun mencengkeram korset Yoona dan menarik gadis itu bangun, menekannya ke pohon terdekat. Kulit batangnya menggores punggung telanjangnya, menyobek gaun satinnya.

“Jangan sentuh aku, dasar kau monster!” jerit Yoona, mengerahkan setiap keberanian yang ia miliki untuk membentuk kata-kata itu.

“Ah, tapi kenapa tidak? Sudah menjadi tugasku untuk memastikan kau mati sebelum sempat memenuhi takdirmu.” Kyuhyun tergelak dan mengangkat tangannya, menunjuk ke sekeliling hutan. “Lihatlah sekelilingmu, Yoona? Apa yang ada disana, selain pepohonan? Kau sudah melihatnya, cintaku. Kau bisa menjerit sesuka hatimu, tapi kau berada berkilo-kilometer dari orang lain. Teriakanmu tidak akan terdengar. Kau bisa lari, tapi aku akan menangkapmu dengan cepat. Atau kau bisa menyerah saja pada kekuatanku dan menerima bahwa kehidupanmu yang menyedihkan akan berakhir.” Kyuhyun menunduk lebih dekat. “Apakah sesulit itu? Coba pikirkan, Yoona. Apa yang kau miliki dalam kehidupanmu sehingga kau ingin kembali ke sana? Kehidupanmu sebagai makhluk mortal tidak akan pernah bisa kau dapatkan kembali, dan masa depanmu menuntut pergorbanan dan pengkhianatan. Kau tidak punya pilihan, Im Yoona. Apa yang tersisa darimu? Apa? Jawab aku!

Air mata mengalir deras ke pipinya, dan Yoona mengatupkan bibirnya, berusaha mencari jawaban. Yoona menatap tanah yang berlumut, mengamati air matanya jatuh ke dedaunan yang berguguran, diselimuti jarum pinus yang berlapis. Ia memejamkan matanya, sebelum membukanya lagi dengan lebih perlahan, mengangkat wajahnya agar sejajar dengan kepala Kyuhyun.

“Yang ku punya hanya harapan.”

Mata Kyuhyun yang haus darah menyipit, dan ia menggeram. “Tidak, kau tidak punya harapan! Kau harus mati sebelum ajalmu tiba, Nak, dan aku akan menikmatimu selama aku membantu mencabut nyawamu.” Kyuhyun menjambak rambut Yoona dan dengan kasar memiringkan kepalanya ke samping. Tubuhnya menekan tubuh gadis itu ke pohon.

“Tidak! Lepaskan aku!” jerit Yoona, meronta dengan tangannya yang tak terluka, mencoba untuk mendorong Kyuhyun dari tubuhnya. Tangan Kyuhyun yang bebas mencengkeram lengannya dan menepiskannya, menggunakan kukunya yang panjang dan tajam untuk menahan Yoona. Kuku itu menusuk kulit tipis di bawah pergelangan tangan gadis itu dan darah mulai mengalir. Dari sudut matanya, Yoona melihat warna merah, dan ia langsung muntah. Mulut Kyuhyun terbuka, bibirnya bergulung ke gusi.

“Tidak! Ku—kumohon, tidak! Tidak!” pinta Yoona.

“Aku sudah menunggu terlalu lama,” bisik Kyuhyun, dan ia menggigit kulit lembut di leher Yoona.

Yoona menjerit, jeritan yang didorong oleh kepanikan terlontar dari bibirnya saat rasa sakit yang menyiksa menyebar dari lehernya, menghentikan jantungnya, membekukan darahnya, membunuh pikirannya.

Kyuhyun mulai menghisap. Dengan perlahan dan menikmati setiap isapannya, Kyuhyun menguras tetes demi tetes darah dari tubuhnya yang lemas. Pandangan mata Yoona mulai kabur, dan paru-parunya terasa seperti terbakar saat kehabisan oksigen. Jantungnya melemah, berusaha keras untuk memompa darah yang susut dengan drastis ke organ vitalnya.

Kyuhyun berhenti secepat saat memulainya. Namun, kaki Yoona sudah lemah dan jika bukan karena tekanan tubuh Kyuhyun di tubuhnya, ia pasti sudah terkulai ke tanah. Yoona menghela napas lega, helaan kecil dan rapuh, tapi Kyuhyun tetap mendengarnya.

“Tidak, manisku. Jangan berpikir aku sudah selesai denganmu. Aku masih jauh dari selesai. Aku hanya ingin kau tetap sadar dan hidup untuk ini.” Kyuhyun meraba tubuh Yoona dan menangkupkan tangannya di seputar payudara gadis itu. Ia menyusuri garis leher gaun Yoona dengan kukunya yang tajam, sebelum menyusupkan ujung jarinya ke dalam. Niatnya sudah jelas.

“Tidak,” pinta Yoona, menggelengkan kepala dan tubuhnya, berusaha melepaskan diri dari cengkeramannya. “Tidak, ku mohon!”

“Saat kau hidup untuk merasa malu, Im Yoona, untuk merasakan dirimu dilecehkan, itu membuatnya terasa jauh lebih menyenangkan…” kepala Kyuhyun tertunduk ke telinga Yoona dan ia menggigit daun telinga gadis itu dengan taring dan bibir bawahnya, lalu menariknya dengan kasar. “Tapi jangan khawatir, aku akan tetap meneruskannya setelah kau mati.”

“Kau gila,” kata Yoona dengan suara yang lebih menyerupai bisikan.

“Aku tahu,” jawab Kyuhyun dan ia menyobek gaun dan bra Yoona dengan kukunya. Yoona menjerit lagi saat kuku pria itu menyobek kulitnya, dan Kyuhyun tertawa seolah seseorang sedang mengatakan lelucon yang bagus. “Aku berterima kasih karena kau mengatakannya kepadaku, Yoona. Aku memang sudah bosan selalu diberi tahu betapa baik dan sopannya aku.”

Kyuhyun mengangkat tangannya, memperlihatkan kukunya yang tajam. Ia meletakkannya di tulang leher Yoona dan dengan perlahan menggerakkannya turun ke sepanjang perutnya, menyobek gaun dan kulitnya. Ada sepuluh sobekan yang panjang di atas payudaranya, dan masing-masing sobekan mengeluarkan darah segar. Yoona mengertakkan giginya, menolak untuk meringis.

Kyuhyun meremas salah satu payudara Yoona dengan telunjuk dan ibu jari, membuat lebih banyak darah keluar, sebelum ia menyapukan lidahnya di atas kulitnya yang sobek. Yoona berusaha menjauh dari Kyuhyun, tapi pria itu meletakkan tangan di belakang punggungnya, melepaskan tali korsetnya.

“Rasa darahmu sangat manis. Apakah ada orang yang pernah mengatakannya?” gumam Kyuhyun, tersenyum kepada Yoona. Gadis itu tidak bisa menjawabnya.

Tiba-tiba saja, Kyuhyun menjauh sejenak. Yoona menahan napasnya, menunggu tindakan Kyuhyun yang selanjutnya. Pria itu mengulurkan tangan, mencengkeram bagian bawah gaun Yoona dan menariknya ke atas. Terdengar suara sobekan saat Kyuhyun menyobeknya juga. Kyuhyun menindih tubuh Yoona lagi, dan Yoona merasakan sesuatu yang keras di perutnya. Kemudian, Kyuhyun menegakkan tubuh gadis itu, berhenti sebentar untuk menatap lurus matanya. Yang Yoona lihat disana hanya gairah. Gairah yang terbakar dan bergelora. Sambil mengulurkan tangan ke balik gaun Yoona, Kyuhyun membelai paha bagian dalam gadis itu sampai ia menyentuh celana dalamnya. Dengan perlahan, Kyuhyun menariknya lepas, dan Yoona bisa merasakan tangan Kyuhyun yang lain bergerak untuk membuka resleting celananya.

“Menjauh darinya!”

Tiba-tiba saja, tubuh Kyuhyun ditarik menjauh dari tubuh Yoona, dan gadis itu jatuh terkulai ke tanah.

“Kau akan membayar mahal untuk ini, Cho Kyuhyun! Kau akan dibakar di tiang, dasar kau bajingan keparat!”

“Atas dasar apa, Chanyeol?” tanya Kyuhyun. “Aku minta maaf harus mengoreksimu, tapi dia manusia! Aku berhak melakukan apa pun yang ku inginkan kepadanya.”

Chanyeol?

“Kau melupakan sesuatu. Yoona berada di bawah perlindungan Raja dan Kerajaan. Dan atas dasar itu, meminum darahnya tanpa persetujuan akan dianggap sebagai perlanggaran besar yang patut dihukum. Seharusnya, kau membaca buku hukum, Cho.”

“Kau berbohong,” desis Kyuhyun. Mata Yoona sudah tidak mampu terbuka, tapi ia memaksakan dirinya untuk membukanya dan menangkap dua sosok selama sedetik. Namun, usaha itu membuat jantungnya semakin melemah, lupa untuk berdetak.

“Kau mau mengujinya?” Yoona mendengar jawaban Chanyeol. Kemudian ia tidak mendengar suara apa-apa lagi, tapi ia merasakan napas di pipinya dan jari menekan pembuluh darah di pergelangan tangannya. Di bawahnya, ia bisa merasakan denyut nadinya yang lemah. “Kau kehilangan terlalu banyak darah,” gumam Chanyeol, dan sekali lagi, Yoona memaksakan matanya untuk terbuka, mengintip mata hijau Chanyeol yang sudah berubah menjadi tak berwarna. Mata itu menyusuri tubuhnya yang hampir telanjang, mengamati lukanya yang menganga. Chanyeol melepaskan jaketnya dan menyelubunginya ke tubuh Yoona, sebelum mengangkat gadis itu dari tanah dengan sangat lembut. Baru pada saat itu Yoona menyadari rasa sakit yang menyiksanya. Napas menggores lehernya dan matanya terpejam. Yoona gemetar, karena tangannya yang sakit dan udara yang membeku.

Yoona merasakan tekanan lembut di tangannya yang terluka. “Bertahanlah, Yoona. Jangan menyerah.” Ia bisa mendengar kepanikan Chanyeol. Ditambah kepanikannya sendiri.

Udara dingin menyapu kulit Yoona saat Chanyeol berlari secepat kilat, tapi hanya dalam waktu beberaoa menit, Chanyeol berhenti lagi. Bahkan dengan mata tertutup, Yoona bisa tahu dimana mereka berada. Kegelapan berubah menjadi kilau oranye, dan gadis itu merasakan kehangatan melingkupinya, terdengar suara langkah kaki di bawah punggungnya. Cahaya menjadi lebih terang lagi.

Mati, Nak. Mati sebelum terlambat.

Gema suara yang ia dengar sebelumnya berulang lagi di dadanya, dan membuat detak jantungnya semakin melambat. Yoona terpikir tentang bernapas, tapi usaha itu terlalu sulit untuknya.

“Jangan berani melakukannya, Girly. Kau sudah bertahan sejauh ini. Tetap bersamaku, Yoona…”

Dengan suara bantingan pintu, jantung Yoona berdetak lagi, tapi rasanya sangat menyakitkan dan seperti mematahkan semua tulang rusuknya.

“Buka matamu, Girly! Aku seorang pangeran, dan aku perintahkan kepadamu, jangan mati!”

Kelopak mata Yoona berkedut dan ia melihat ribuan mata vampir menatapnya saat ia berbaring di dalam dekapan sang Pangeran, memudar ke dalam kegelapan.

Namun, sebelumnya Yoona masih sempat mendengar raungan yang bergema di penjuru mansion dari mulut vampir yang sedang memeluknya.

Ayah!

.

.

Ribuan vampir menatap Yoona saat ia berbaring tanpa daya dalam dekapan Chanyeol. Seketika itu juga, tubuh tinggi sang Raja muncul dari balik ribuan penonton yang tidak bergerak dan tidak bersuara, semua menatap tubuh Yoona yang lemah.

“Bawa dia masuk,” perintah Jungsoo, segera setelah ia melihat kondisi Yoona. Chanyeol melangkah maju, dan kerumunan terbelah untuk memperlihatkan Jinhyuk, dokter keluarga. Jinhyuk menyentakkan kepalanya, memberi isyarat kepada Chanyeol untuk membaringkan Yoona di lantai saat ia melepaskan jaketnya untuk di jadikan bantal kepala Yoona. Melihat Yoona yang pucat dan bersimbah darah, ekspresi keluarga Park diliputi kengerian. Yiahn bahkan terisak pelan.

Mata amber Jinhyuk menatap mata Chanyeol, seolah ia berpikir Chanyeol lah yang telah melakukan semua itu kepada Yoona. “Apa yang terjadi?” tanya Jinhyuk dengan suara tajam.

“Dia diserang,” jawab Chanyeol. Geraman terdengar secara serentak, dan setiap pasang mata berubah hitam.

“Siapa?” tanya Siwon, mengendurkan dasinya, lalu melepaskan mantel panjangnya.

“Cho Kyuhyun. Dia hendak memerkosa Yoona.”

Desisan jijik terdengar seantero ruangan, dan beberapa vampir berjalan mondar-mandir. Ada ribut-ribut saat sejumlah kecil vampir pelacak berkumpul dan bergegas ke luar dari ruangan itu. Siwon, vampir yang selalu efisien dan tak kenal belas kasihan, dikenal karena kemampuannya melacak jejak, memberi Chanyeol anggukkan kaku saat ia keluar dari ruangan, mengarahkan yang lain ke halaman.

“Demi Tuhan, tinggalkan ruangan ini, bisa, kan? Tidakkah kalian berpikir harga dirinya sudah cukup dihancurkan?” desak Jinhyuk dengan suara tajam, memeriksa denyut nadi Yoona dan menekankan jarinya ke luka menganga di leher gadis itu. Mendengar teguran Jinhyuk, Himchan dan Donghae langsung bertindak, memerintahkan pelayan untuk meninggalkan ruangan itu, sementara keluarganya membentuk lingkaran pelindung di sekeliling Yoona.

“Retak di pergelangan tangan kanan dan kehilangan banyak sekali darah, mungkin karena disedot melalui leher.”

“Berapa banyak darahnya yang hilang?”

“Terlalu banyak. Dia akan mengalami syok. Jika dia tidak segera menerima transfusi darah, organ utamanya akan gagal.”

Jinhyuk tidak perlu melanjutkan. “Berikan dia transfusi darah.”

“Tidak sesederhana itu. Darah yang kalian simpan disini adalah darah murni yang belum diuji, yang sama sekali tidak cocok untuk ditransfusikan, dan akan butuh waktu terlalu lama untuk mencari darah yang cocok dari bank darah manusia.”

“Kalau begitu, ubah dia menjadi vampir!”

JInhyuk menggelengkan kepalanya, membaringkan lagi Yoona di atas lantai dan berguling ke belakang sampai ia duduk di atas lututnya. “Sudah terlambat untuk itu. Tubuhnya tidak akan sanggup menahan guncangan akibat perubahan menjadi vampir. Aku minta maaf.”

Mulut Chanyeol terbuka. Ia menutupnya lagi. Ia justru meraih lengan Yoona yang tidak patah, membelainya dengan lembut, terkejut merasakan bahwa Yoona lebih dingin darinya. Chanyeol mendengar seseorang menyarankan agar Yoona dibawa ke Sage, sebelum yang lain menepiskan ide itu.

“Tidak bisakah kita memberinya sedikit darah kita?” mulai Chanyeol, ide terlintas dalam pikirannya. “Hanya cukup untuk membuatnya bisa bertahan hidup dan membiarkan tubuhnya memulihkan diri, tapi tidak sampai mengubahnya menjadi vampir.”

Jinhyuk menatapnya dengan sorot skeptis. “Itu akan membuatnya menjadi dhampir.”

“Lalu? Cara itu bisa menyelamatkan nyawanya! Ayah?” desak Chanyeol, dengan putus asa memohon belas kasihan ayahnya. Jungsoo tidak mengatakan apa-apa, tapi memberi isyarat kepada Jinhyuk dan Kangta untuk bergabung dengannya di luar lingkaran. Chanyeol menangkap sepenggal percakapan yang tidak ingin ia dengar, tapi perhatiannya terbelah saat Kris muncul di pintu, dalam waktu singkat ia sudah berada di sampingnya. Kris masih menangis dan saat ia menoleh kepada Chanyeol, matanya mengatakan semuanya.

“Dia sekarat,” gumam Chanyeol, dan ia melihat teman terbaik dan terdekatnya hancur, jatuh ke lantai dan menangis pilu. Chanyeol menatap Kris, tidak tahu apa yang harus ia lakukan, tapi ia juga tidak bisa menangis karena ia sudah berjanji kepada dirinya sendiri bahwa ia tidak akan, tidak mau, menangisi manusia.

Napas Yoona menjadi semakin pendek dan denyut nadinya melemah. Bulir keringat mengalir dari lehernya ke luka sobekan yang ditorehkan Kyuhyun ke leher dan payudaranya; kulit Yoona terasa semakin dingin.

“Ayolah,” gumam Chanyeol, menatap orang-orang yang berkerumun di pintu, dan menangkap tatapan mata ayahnya saat ia menoleh ke Yoona.

Tidak ada yang ingin kau katakan, Chanyeol?

Hidupnya ada ditanganmu, Ayah, jadi apa gunanya aku mengatakan apa pun?

Chanyeol melihat ayahnya menghela napas, lalu berbalik ke Kangta, berbicara dengan suara lantang dan sedikit meninggi. “Keputusan ini akan memengaruhi takdir kerajaan ini, iya kan?”

“Dalam lebih banyak hal daripada yang bisa kau bayangkan,” ungkap Kangta sambil tersenyum. Kangta tahu hal-hal yang hanya bisa kita impikan.

“Irene?” ujar Jungsoo, berbalik ke kakak ipar Chanyeol. Irene mengangguk, menegaskan apa yang ayahnya, Kangta, telah katakan, dan menguatkan pandangan ayah mertuanya.

JIka aku membiarkan Yoona mati, kami akan membuat Im dan pemerintahan manusia marah, serta memberinya alasan untuk menjadi agresif. Jika aku membiarkan Yoona hidup, dan menjadi dhampir, kami akan mengambil resiko yang sama. Aku juga harus memikirkan Yoona. Bahkan sekali pun Yoona hanya mengonsumsi sedikit darah vampir, tidak ada jaminan ini akan berhasil. Dan tentu saja, kau harus ingat betapa Yoona membenci kita. Apakah ia benar-benar mau dikaitkan dengan makhluk gaib sekali pun hanya sedikit?

Kata-kata terakhir Jungsoo tertangkap oleh Chanyeol dan ayahnya mengetahuinya. Yoona tidak akan mau. Namun, Yoona juga tidak akan mau menyerah semudah itu. Ia adalah seorang pejuang.

Im bahkan tidak akan pernah tahu bahwa putrinya sudah menjadi dhampir. Dan ini bukan kesalahan Yoona. Yoona tidak memilih ini. Bahkan sejak awal Yoona memang tidak ingin menjadi bagian dari dunia ini. Aku akan memberinya darahku. Aku berhutang itu kepadanya.

Chanyeol tidak tahu apakah kata-katanya berguna, tapi kemudian mata ayahnya berubah menjadi sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya: mata Jungsoo berubah menjadi biru.

“Lakukan.”

Jinhyuk langsung bertindak, mengangkat Yoona dengan lengannya dan memerintahkan pelayan untuk menyalakan api di kamar Yoona. Selama sedetik, Chanyeol membeku karena syok, sebelum menarik Kris dan mengantar Jinhyuk menaiki tangga.

.

.

“Yoona, sudah waktunya bangun.” Suara merdu terdengar dari samping lututnya. Ada tekanan yang berasal dari tangan mungil di kakinya, dan Yoona mendapati dirinya merangkak ke alam kesadaran. Matanya terbuka untuk memperlihatkan gadis kecil yang terkikik, dengan mata besar berwarna hijau zamrud, dibingkai oleh rambut ikal berwarna pirang. Minha. “Kau tertidur seperti manusia untuk waktu yang sangat lama, Yoona!”

Mata Yoona terbuka semakin lebar, kabut yang menutupinya sudah menghilang. Dengan bingung, ia berhasil melihat bahwa ia sedang terbaring di tempat tidurnya, bantal yang lembut menopang punggungnya yang sakit. Pergelangan tangan terbungkus perban. Chanyeol, Kris, dan Yiahn berdiri di dekat tempat tidurnya, posisi mereka memunggunginya.

“Yoona sudah bangun!” teriak Minha, melingkarkan lengan kecilnya di seputar leher Yoona, lututnya menekan perut gadis itu. Yoona meringis, mengerang saat sekujur tubuhnya ditikam rasa sakit. Ia merasa Minha menekan luka baru ditubuhnya, dan ia mencoba untuk berteriak kesakitan, tapi yang keluar hanya cicitan. Seketika itu juga, ketiga vampir yang lain berbalik, dan Yiahn langsung menurunkan Minha.

“Minha! Tidak bisakah kau melihat kau menyakitinya?”

Yoona menghela napas berat saat rasa sakitnya mereda. Bibir bawah Minha bergetar, dan ia langsung cemberut. Minha berlari keluar dari kamar, terisak tanpa airmata. Yoona mengamatinya, sebelum mengangkat tubuhnya dengan perlahan. Ia bergeser mundur, meringis saat menopangkan tubuhnya dengan tangannya yang di perban. Chanyeol berdiri di dekatnya, sepertinya ragu-ragu untuk mendekat. Tatapan dinginnya terfokus kepadanya selama beberapa saat, sebelum ia mengalihkan pandangannya keluar jendela. Kris menumpukan bantal di belakang punggung Yoona, dan mengingatkan momen-momen terakhir gadis itu di pesta dansa semalam. Yoona bergeser sedikit. Namun, sepertinya Kris tidak menyadarinya.

“Minum ini,” ujar Kris, memberikan segelas penuh air kepada Yoona. Tenggorokan gadis itu terasa sangat kering, hingga ia langsung menenggaknya sampai habis, dan Kris mengisi lagi gelasnya dengan air dari teko yang ada di meja samping tempat tidur. “Yoona, aku minta maaf atas apa yang terjadi kepadamu.”

Yoona mengeluarkan suara seperti orang yang tersedak, ingin menggelengkan kepalanya, tapi lehernya terlalu kaku. Suasana menjadi sunyi dan canggung.

“Aku akan memanggil Jinhyuk,” gumam Yiahn, meninggalkan ruangan itu. Tidak ada seorang pun yang bicara selama beberapa menit selanjutnya saat Yoona berhasil duduk tegak dengan bantuan Kris, sampai sang Raja masuk ke kamarnya, diikuti oleh seorang pria bertubuh tinggi besar yang menuntut tebakannya adalah Jinhyuk. Di belakangnya, berdiri Kangta.

“Seharusnya aku tidak mungkin hidup.” Hanya itu yang bisa Yoona katakan. Kris dan Chanyeol bertukar tatapan, sementara Jinhyuk meraih tangannya yang terluka dan menekankan dua jari di pembuluh darahnya, memeriksa denyut nadinya. Yoona mencoba untuk menarik tangannya, tapi Jinhyuk tidak mau melepaskannya, dan hanya memberinya tatapan tegas. Kris tersenyum meyakinkannya, dan Yoona membiarkan pria itu melanjutkan saat ia membuka dan mengepalkan tangannya yang terluka. Gadis itu terkejut saat tangannya tidak lagi terasa sakit.

“Bagaimana perasaanmu?” tanya Jinhyuk.

Malu. Putus asa. Sakit. “Kaku,” jawab Yoona.

“Kau pasti akan merasa kaku. Kau tidak sadarkan diri selama tiga hari terakhir.” Yoona melongo. Tiga hari? Selama itu? “Untuk sementara waktu, dia pasti akan merasa pegal,” lanjut Jinhyuk, berbalik ke sang Raja dan Kangta. “Dan pergelangan tangannya harus diperban selama dua minggu. Lukanya mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih, tapi selain dari itu, dia menunjukkan perkembangan yang sangat baik.” Jinhyuk meninggalkan sisi tempat tidurnya dan menggumamkan sesuatu pada sang Raja, dengan volume yang ia pikir tidak mungkin bisa gadis itu dengar, tapi Yoona bisa mendengar setiap katanya dengan jelas. “Dampak mental jangka panjangnya menjadi persoalan yang berbeda. Dan aku tegaskan, Your Majesty, ini mungkin bisa sangat memengaruhi keputusannya untuk berubah menajdi vampir.”

Yoona berdeham. “Tapi bagaimana aku bisa bertahan hidup?” sekali lagi, semua orang bertukar pandangan, dan sepertinya mereka enggan untuk bicara.

“Kau kehilangan sepertiga darahmu dan mengalami syok hipovolemik,” jelas Jinhyuk dengan keseriusan yang mengatakan kepadanya bahwa ia tidak akan mendengar kabar baik. Itu suara yang sama dengan yang digunakan dokter saat mengatakan pada kami bahwa Kibum tidak selamat, dan bahwa Soojung mengidap kanker. “Kau membutuhkan transfusi darah secepatnya. Sayangnya, kita tidak punya waktu untuk mengambil darah manusia.”

Mata Yoona membelalak, dan ruangan berubah sunyi, saat semua orang menunggu reaksinya. Satu-satunya suara yang ia dengar hanyalah suara kayu yang terbakar di perapian—yang untuk sekali ini telah dinyalakan—dan suara napasnya yang putus-putus.

“Mengubah manusia menjadi vampir hanya membutuhkan setengah darahnya yang akan digantikan dengan darah vampir, yang masih mengandung darah manusia. Seperempat darahmu sudah digantikan dengan darah vampir, itu berarti kau berdarah setengah vampir dan setengah manusia, atau kami menyebutnya sebagai dhampir.”

Yoona tidak terlalu memperhatikan. Dengan panik, ia memeriksa telapak tangannya, melihat apakah kulitnya lebih pucat dari biasanya. Ternyata tidak. Di dadanya, ia juga masih bisa merasakan jantungnya berdetak.

“Kau berbohong,” tuduhnya.

“Kami tidak berbohong, nona Im,” jawab Jinhyuk.

“Tapi jantungku masih berdetak! Kau pasti berbohong!” Yoona berteriak pada mereka semua, menolak untuk memercayainya. Kris membelai lengannya, tapi Yoona menepiskannya dengan sangat kuat hingga sendi tangannya berbunyi dan ia meringis. “Aku tidak mau menjadi seperti kalian. Aku manusia!” amarah, jenis amarah yang meledak-ledak, bangkit di dalam dirinya, hingga ke titik saat ia ingin melemparkan barang-barang di sekitarnya.

Tiba-tiba saja, Chanyeol sudah berada beberapa sentimeter dari wajahnya, mencengkeram bahunya, lalu memakunya ke papan kepala tempat tidur. Chanyeol berlutut dengan satu lutut di atas kasur, dan ekspresi wajahnya tak terbaca. Amarah, karena matanya berkilat antara warna hijau zamrud dan hitam, tapi ada sesuatu yang lain. Kasihan?

“Yoona!”

Yoona bergeser menjauh dari Chanyeol, meronta untuk melepaskan dirinya dari cengkeramannya. “Lepaskan aku!” bentaknya.

“Lihat aku, Yoona!” Yoona memalingkan wajah, menolak melakukan apa yang diperintahkan Chanyeol. “Aku bilang lihat aku!” teriak Chanyeol. Yoona masih menolak. Chanyeol menarik dagunya dan menyentakkan kepalanya agar menghadapnya; leher Yoona terasa sakit di titik yang ia tahu ada bekas gigitan Kyuhyun. Yoona menunduk ke seprai, tidak ingin menatap mata Chanyeol.

“Demi Tuhan, lihat saja! Apa bedanya?” karena terkejut, Yoona menurut, mengangkat matanya untuk bertemu dengan mata Chanyeol. Dengan enggan ia mengamati wajahnya sejenak. Ada sesuatu yang berbeda. Warnanya. Warna hijau di mata Chanyeol menjadi lebih terang, terlihat mencolok dibandingkan bagian yang putih.

“Aku—“

“Dengar. Cium. Semuanya terasa lebih baik, kan?”

Iya. “Tidak,” gumam Yoona. “Tidak!” Yoona mulai meronta lagi, merasa butuh melepaskan diri dari Chanyeol. Yoona menjerit dan menjerit, tanpa bisa berpikir rasional.

Namun, setelah jawaban ‘tidak’ Yoona yang ketiga, sebuah tangan menampar pipi basahnya dan gadis itu memekik, terdiam, terkejut hingga tidak bisa bicara. Mata Yoona membelalak, dan Chanyeol bernapas dengan berat di wajahnya, terlihat benar-benar syok telah menampar gadis itu. Perlahan, Chanyeol melepaskan Yoona, mundur ke sudut kamar. Yoona mengulurkan tangannya yang sekarang bebas untuk menyentuh pipinya yang terasa perih. Rasanya sakit. Tapi berhasil memulihkan akal sehatnya.

“Kris bilang vampir sulit untuk menangis. Apa—apakah ini terakhir kalinya aku bisa menangis?”

“Tidak,” jawab Kangta. “Jika kau membiarkan kami menjelaskannya, ini mungkin tidak seburuk yang awalnya kau pikirkan.”

Jinhyuk melangkah maju lagi dari tempatnya, membesarkan api perapian. “Kami hanya memiliki sedikit pilihan. Syok itu akan membuat organ utamamu berhenti berfungsi, dan kesempatanmu untuk bisa bertahan hidup tanpa transfusi darah adalah nol. Darah manusia yang disimpan disini belum diuji secara menyeluruh untuk keperluan selain dikonsumsi, itu sebabnya darah vampir menjadi satu-satunya pilihan kami. Dan, tentu saja, darah vampir mampu menyembuhkan luka-lukamu lebih cepat dari seharusnya. Kau sangat beruntung karena His Highness bersedia memberikan sebagian darahnya untukmu.”

Yoona menoleh ke Chanyeol, matanya membelalak kaget, tapi saat ia bertemu pandang dengannya, pria itu memalingkan wajahnya lagi, menatap sesuatu yang menarik di jendela. Aku berhutang nyawa kepada Chanyeol. Lagi.

“Jadi, jika aku dhampir, kenapa jantungku masih berdetak?”

“Karena dhampir lebih mendekati manusia daripada vampir. Kau masih akan berfungsi seperti sebelumnya, dan kau tidak akan menginginkan darah. Secara hukum, kau masih diatur oleh pemerintahan manusia, bukan oleh kerajaan vampir. Satu-satunya perbedaan adalah, seperti yang sudah ditegaskan oleh Pangeran kepadamu, kemampuanmu jadi meningkat dengan tajam. Misalnya saja pandangan mata dan stamina. Kau mungkin bisa hidup lebih lama daripada rata-rata manusia.”

Sang Raja mengangguk. “Terimakasih, Jinhyuk. Kau boleh meninggalkan kami.”

“Jika memang ada masalah, jangan ragu-ragu untuk memanggiku,” gumam Jinhyuk, dan sekarang Yoona mengerti kenapa ia bisa mendengar mereka saat mereka berdiri di sisi terjauh kamar. Setelah mengatakan itu, Jinhyuk membungkuk, lalu pergi bersama Kangta.

“Kris, Yiahn, beri kami waktu sebentar. Kau tetap disini, Chanyeol,” ujar sang Raja, saat putranya beranjak untuk mengikuti Kris dan Yiahn. Saat pintu tertutup di belakang mereka, sang Raja melanjutkan. “Nona Im, kau berada di bawah apa yang kami sebut sebagai Perlindungan Raja dan Kerajaan, maksudnya menyakitimu dalam bentuk apapun akan dianggap sebagai kejahatan yang patut dihukum mati. Cho Kyuhyun  sudah melarikan diri, tetapi kami masih berusaha menemukannya. Saat kami menemukannya, dia akan menghadapi persidangan. Chanyeol lah yang menemukanmu, dan oleh karena itu dia akan dipanggil sebagai saksi. Kau keberatan dengan pengaturan itu?”

“Tidak,” jawab Yoona, merasakan bibirnya bergetar. Di balik selimut, ia menekankan kukunya ke telapak tangan untuk mencegah air matanya mengalir.

“Kalau begitu, kami akan meninggalkanmu. Aku sarankan kau beristirahat. Seseorang akan selalu berada tidak jauh darimu jika kau membutuhkan sesuatu.” Mereka hendak pergi, tetapi Chanyeol bertahan sebentar. Suasana sunyi, dan dengan cepat sesuatu mencekik leher Yoona. Ketakutan. Gadis itu menatap lurus ke depan, matanya membelalak. Ia tidak mau sendirian. Kyuhyun akan kembali untuk menyelesaikan apa yang sudah dimulainya.

“Chanyeol,” bisik Yoona. Chanyeol berbalik. “Kumohon, tetaplah disini.”

“Apa?” jawab Chanyeol, berubah tegang.

“Kumohon, tetaplah disini. Aku—aku tidak mau sendirian.”

Suasana berubah sunyi dan tidak ada yang bisa memecahkannya. Namun, kemudian pintu tertutup, dan Yoona memejamkan matanya, yakin Chanyeol sudah pergi. Ketakutan menguasainya lagi, terasa mencekiknya. Gadis itu tidak mau sendirian. Lantai berdecit. Jantungnya berhenti berdetak. Suara langkah kaki yang diredam oleh karpet tebal, dan kemudian sunyi. Perlahan, Yoona membuka matanya.

Chanyeol berdiri disana, dengan santai bersandar di tiang tempat tidurnya. Sebagian rambutnya yang gelap jatuh menutupi matanya—semburat terang akibat panas matahari kini sudah memudar, seperti musim panas yang berubah menjadi musim gugur. Hilangnya semburat terang itu membuat kulit Chanyeol menjadi lebih pucat, lebih mengerikan, meskipun mungkin saja itu efek dari penglihatannya yang lebih tajam.

“Kau tetap disini.” Mata Yoona terangkat ke mata Chanyeol, dan pria itu mengangguk pelan.

“Aku tidaklah sekejam yang kau pikirkan.”

Suasana sunyi.

“Kau menyelamatkan nyawaku.” Yoona mengerutkan kening. “Dua kali.” Chanyeol menunduk ke karpet. Yoona menunduk ke seprai.

“Iya, aku rasa aku menyelamatkanmu lagi. Tapi, jika kau mati… ayahmu, jadi…”

Yoona mengangguk cepat. Bibirnya terkatup rapat. Gadis itu mengalihkan matanya keluar jendela. Ia mendengar Chanyeol bergerak sedikit.

“Tetap saja, terimakasih. Jika kau tidak datang, aku tidak tahu apa yang akan dilakukan Kyuhyun.”

Chanyeol melambaikan tangannya di udara, membungkam Yoona. “Kau mengingat semua itu?” Chanyeol terlihat ngeri.

Yoona mengangguk. “Semuanya, sampai aku jatuh pingsan.” Pandangan matanya berkabut, dan getaran jijik menyebar ke sekujur tubuhnya saat ia teringat kata-kata Kyuhyun kepadanya.

“Saat kau hidup untuk merasa malu, Im Yoona, untuk merasakan dirimu dilecehkan, itu membuatnya terasa jauh lebih menyenangkan…”

Chanyeol menyelamatkannya dari takdir itu—nyaris saja. Sejak awal, Chanyeol sudah memperingatkannya untuk menjauh dari Kyuhyun.

Aku memang bodoh, sangat bodoh karena memercayai Kyuhyun; karena membiarkan Kyuhyun mendekatiku. Chanyeol memang benar. Seharusnya aku menjauh darinya. Namun, aku membiarkannya berdansa denganku. Aku meninggalkan pesta dansa sendirian. Ini kesalahanku.

Yoona menguburkan wajahnya dengan tangan, merasa malu karena membiarkan Chanyeol melihatnya lemah seperti itu. Seharusnya aku kuat. Seharusnya aku menerimanya.

“Jangan menangis,” ujar Chanyeol dengan suara pelan. Yoona mengangkat kepala, terkejut. Mata Chanyeol berwarna hitam pekat, dan tangannya terkepal. Chanyeol mencengkeram salah satu tiang tempat tidurnya dan tubuhnya nyaris bergetar. Chanyeol mungkin menatap Yoona, tapi ia tidak melihat gadis itu.

“Kyuhyun akan mati atas apa yang dilakukannya kepadamu. Tubuhnya akan dikoyak dan dibakar sampai dia memohon ampun, tapi dia tidak akan pernah diampuni.”

“Kumohon, jangan berkata seperti itu,” gumam Yoona, saat bayangan mengerikan itu terlintas lagi dalam pikirannya. Empedunya naik ke tenggorokan dan ia merasa mual. Mata Chanyeol kembali berwarna hijau zamrud.

“Kenapa? Apakah kau tidak mau membalas dendam?”

Yoona mengangkat bahu, kata-kata Chanyeol membuat airmatanya mengalir lagi. Untuk menghentikannya terisak, Yoona memfokuskan pandangannya ke telapak tangannya yang terkepal dan bergeser ke bawah selimut, menyadari betapa panasnya ruangan itu dan bagaimana keringat membasahi kulitnya. Lumpur dan darah mungkin sudah lenyap, tapi ia tetap merasa tidak bersih dan tidak dengan cara yang bisa dibersihkan, tapi ia tetap ingin mencobanya.

“Apakah ada kemungkinan aku bisa mandi?”

“Iya, tentu saja. Kau bisa mandi, jika kau mau.” Mata Chanyeol berubah pink. Yoona mengangguk. “Kalau begitu, aku akan memanggilkan salah satu pelayan untuk membantumu.”

“Jangan pergi!” desak Yoona.

Chanyeol tersenyum simpul. “Aku tidak akan pergi.”

Saat Chanyeol memejamkan matanya sejenak, Yoona terpaksa melihat kelopak matanya. Senyuman simpul Chanyeol, sesuatu yang jarang sekali ia lihat, masih tersungging di bibirnya.

“Pelayan sedang menyiapkan air mandi untukmu sekarang, di kamar mandi yang ada di seberang kamarmu.” Chanyeol menyentakkan kepalanya ke arah pintu.

“Terimakasih.” Yoona bangun, melemparkan selimutnya, lalu melihat pakaian yang sedang ia kenakan; hanya kaus longgar.

“Aku akan mengambilkan pakaian untukmu,” ujar Chanyeol, menghilang ke ruang ganti, lalu muncul lagi sesaat kemudian, menyerahkan sepasang celana legging, baju terusan, dan pakaian dalam bersih.

“Kau harus tetap merasa hangat,” jelas Chanyeol, berdiri memunggunginya, menatap keluar pintu dobel. Yoona mengambil pakaian itu, menyelipkannya di bawah lengan, dan bergeser turun dari tempat tidur sambil berpegangan ke tiang tempat tidur. Merasa seperti anak kecil yang baru mulai belajar jalan, ia berjalan ke kamar mandi, wajahnya merah padam saat mendengar perkataan Chanyeol.

“Kau bisa sendiri? Aku ada dikamarku jika kau…”

Yoona mengangguk. Uap beraroma harus tercium olehnya saat ia melangkah masuk ke kamar mandi, aroma lavender yang menenangkan. Cerminnya tertutup uap, dan air menetes dari dinding—begitu pula dengan kulitnya saat ia menggantung pakaian bersihnya di sangkutan terjauh dari bathtub. Saat hendak menutup pintu, ia memperhatikan bahwa kuncinya sudah dilepaskan.

Yoona mengambil handuk dari gantungan, lalu menanggalkan pakaiannya secepat mungkin, melilitkan handuk di seputar tubuhnya. Ia tidak berani menatap tubuhnya sendiri. Ia sedikit kesulitan dengan adanya perban yang membungkuk pergelangan tangannya.

Saat ia berhasil mengeluarkan pakaiannya dari pergelangan tangan, ia menyeka uap dari cermin sambil menahan napasnya. Yoona tidak mau melakukan itu. Namun, ia harus melakukannya.

Yoona membiarkan handuknya merosot jatuh dan terkesiap. Sebagian besar luka cakaran dan goresan sudah pulih, begitu pula luka yang lebih besar di bagian samping kanannya, tapi yang disebelah kiri, ada lima belas luka goresan menganga yang menjalar dari payudara ke perutnya. Gadis itu menyentuh bagian lehernya yang dulunya hanya berupa titik kini sudah sebesar ibu jarinya. Ia menjauh dari bathtub, menutupi lagi tubuhnya dengan handuk.

Wajah, tawa, dan suara licik Kyuhyun mengisi kepalanya. Yoona bisa merasakan pria itu menyentuhnya lagi, mendengar napasnya yang terengah, mencium bau darah dari tubuhnya.

“Sudah menjadi tugasku untuk memastikan kau mati sebelum kau bisa memenuhi takdirmu.”

Dan Kyuhyun akan kembali untuk menghabisiku. Aku tahu itu. Bagaimana aku bisa bertahan setelah mengetahuinya? Saat aku memikirkannya, mataku bertumbuk pada sesuatu yang berkilau di samping bathtub. Pisau cukur.

“Coba pikirkan, Yoona. Kau tidak punya kehidupan untuk tempatmu kembali. Apa yang tersisa untukmu?”

Yoona pernah melakukannya sekali. Namun, ia ingat darah yang keluar dan berapa banyak; seperti sekarang darahnya terlalu berharga untuk disia-siakan. Ia juga tidak mau darahnya terkuras sampai kering.

Tiba-tiba saja, pintu terbuka dan Chanyeol menghambur masuk. Ia melewatinya, dan Yoona melompat mundur secepat yang mampu ia lakukan dengan kondisi perut sakit dan kaki kaku sambil melilitkan handuknya dengan lebih erat di seputar tubuhnya.

“Jangan.” Chanyeol merebut pisau cukur itu. “Pernah.” Ia berbalik dan mengambil pisau cukur lain dari laci terdekat. “Berpikir.” Ia membuka lemari kamar mandi dan mengeluarkan semua benda tajam. “Untuk melakukannya.” Ia menutup lemari tersebut. “Lagi.” Chanyeol lalu berbalik untuk menghadap Yoona, matanya berkilat oleh ribuan emosi yang berbeda. Mereka saling memelototkan mata.

“Aku tidak benar-benar akan melakukannya.” Balas Yoona. Ia duduk di tepi bathtub, memeriksa tembok mental di sekeliling pikirannya.

Chanyeol menaikkan sebelah alisnya. “Cepatlah mandi. Aku tidak akan mengalihkan mataku lagi darimu.” Ia pergi sambil membanting pintu.

“Baiklah!” teriak Yoona. Ia menjatuhkan handuknya sambil mendengus dan masuk ke air. Air hangat itu mengirimkan gelenyar nikmat ke sepanjang punggungnya, dan tanpa sadar ia memejamkan mata.

Jika Chanyeol berpikir aku akan membiarkan monster bodoh bernama Cho Kyuhyun menghancurkanku, maka sebaiknya Chanyeol berpikir ulang. Setidaknya, aku lah yang akan kutekankan di dalam pikiranku.

.

.

Yoona menyentakkan rambut basahnya ke belakang, sudah mencucinya dua kali, dan menggosok kulitnya tiga kali. Kakinya berdecit saat melintasi lantai kamar mandi, tapi ia tidak merasa bersih.

Yoona membuka pintu kamarnya dan mendengar seseorang memetik gitar. Chanyeol berhenti main saat gadis itu berjalan masuk, matanya mengikuti Yoona saat ia duduk di tempat tidur gadis itu. Yoona berjalan ke arah ruang ganti, berniat untuk mencari kaus kaki yang hangat.

“Aku bersungguh-sungguh dengan yang kukatakan tentang tidak akan mengalihkan mataku darimu,” tegas Chanyeol.

Yoona duduk di tempat tidur sambil membuka gulungan kaus kaki yang ia bawa. “Kau bisa duduk,” jawab Yoona saat Chanyeol melompat mundur sedikit. “Aku tidak menggigit,” lanjutnya. Chanyeol tergelak dan duduk di sisi lain tempat tidur.

“Tidak, tapi aku menggigit. Omong-omong, kaus kaki yang bagus,” ujar Chanyeol, menaikkan sebelah alisnya ke arah kaus kaki tebal Yoona yang berwarna kuning dan kembali memetik gitarnya. “Sepertinya kau lebih bersemangat dibandingkan tadi. Sebagian besar orang pasti sudah depresi jika mereka berada dalam situasimu.”

“Aku tidak sama seperti orang pada umumnya. Kenapa aku membiarkan hal itu menggangguku? Hal itu sudah terjadi dan tidak ada yang bisa kulakukan untuk mengubahnya…” Yoona terdiam, bertanya-tanya kenapa ia mengatakan itu kepada Chanyeol.

Chanyeol masih terus memetik gitarnya. “Bersembunyi tidak selalu menjadi pilihan yang terbaik.”

“Aku tidak bersembunyi dari apapun.” Chanyeol hanya menatapnya. “Memangnya aku harus bersembunyi dari apa? Seharusnya aku mendengarkanmu dan menyadari bahwa Kyuhyun bukan orang baik, tapi aku tidak melakukannya. Jadi ini kesalahanku.”

Chanyeol meletakkan gitarnya, menatap mata Yoona—sulit bagi gadis itu untuk memutuskan kontak mata mereka.

“Jangan bilang begitu. Itu tidak benar dan kau tahu itu.”

“Itu benar. Tapi, kenapa kau harus peduli?”

“Jadi, kau ingin aku tidak peduli? Yah, kalau begitu, aku akan pergi saja.” Chanyeol bangun dari tempat tidur dan berjalan ke pintu.

“Bukan itu maksudku. Kumohon, jangan pergi!”

Chanyeol berhenti, berbalik ke arah Yoona. “Aku tidak akan pergi jika kau mengatakan kepadaku kenapa kau sangat takut sendirian.”

Yoona menghela napas, memainkan rajutan kaus kakinya, berharap Chanyeol bisa mematikan api karena ia sudah berkeringat lagi.

“Kenapa?”

“Karena Kyuhyun akan kembali,” gumam Yoona, merasakan pipinya memerah dan itu bukan disebabkan oleh api.

“Kyuhyun bodoh sekali jika nekat kembali,” ujar Chanyeol sambil tertawa. “Kau tidak perlu mengkhawatirkan itu. Kyuhyun tidak akan pernah bisa melintasi perbatasan. Sungguh,” tambahnya, melihat wajah Yoona yang memasang ekspresi tidak yakin. Kau tidak mendengar apa yang dikatakannya, pikir gadis itu. Kau tidak tahu bagaimana cara Kyuhyun mengatakannya. Kyuhyun bersungguh-sungguh. Ia ingin aku mati.

“Berhenti tertawa.” Yoona mengambil bantal, lalu melemparkannya ke Chanyeol. Tentu saja, Chanyeol berhasil menangkapnya dan melemparkannya lagi kepada gadis itu. Bantal itu mengenai dadanya, dan Yoona meringis saat bekas lukanya terasa sakit lagi. Matanya tertunduk ke dadanya, begitu pula dengan mata Chanyeol.

“Luka itu pasti akan sembuh.”

“Aku berharap luka ini akan menghilang sekarang juga.”

Chanyeol mengerutkan kening, mengambil lagi gitarnya. “Kau tahu, lukamu tidak terlihat terlalu parah.”

Yoona menaikkan sebelah alisnya. “Iya.”

“Tidak.”

“Iya!”

“Tidak!”

“Singkirkan sepatumu dari tempat tidurku!”

Dan perdebatan mereka berlangsung selama berjam-jam, sampai matahari mulai tenggelam. Perdebatan konyol dan tidak ada gunanya sampai mereka berdua terbiasa mendengar setiap kata sindiran yang tercantum di kamus. Perdebatan itu menutupi apa yang sebenarnya mereka rasakan terhadap satu sama lain.

Baru setelah Chanyeol melintasi kamar dan  mematikan lampu di samping tempat tidur Yoona, gadis itu menyadari bahwa hari sudah sangat larut.

“Apakah menurutmu kau akan bisa tidur?” tanya Chanyeol.

Yoona menguap. “Itu jawabanmu.”

Chanyeol mengangguk perlahan, tapi kesunyian dipecahkan oleh suara dengungan yang bergetar. Chanyeol tersentak seperti orang yang disengat lebah, mengeluarkan ponselnya dari dalam saku. Selama sejenak mata Chanyeol mengamati layar ponselnya, sebelum ia mengumpat.

“Apa?”

“Dengar, aku harus pergi. Ada sesuatu yang harus kuurus.” Chanyeol memasukkan lagi ponselnya ke saku.

“Jangan tinggalkan aku! Aku tidak yakin aku bisa tidur jika kau pergi,” pinta Yoona, menahan air matanya. Kegelapan menyelimutinya, dan setiap sudut kamar terasa mengancam. Di luar, suara angin yang berhembus di antara pepohonan terdengar mengerikan, karena ia tahu apa yang mungkin disembunyikan oleh pepohonan itu.

Mata Chanyeol membelalak. “Aku harus menyelesaikan masalah ini. Aku akan kembali secepat yang kubisa, oke?” Chanyeol bergegas pergi. Merasa benar-benar terekspos, Yoona berlari ke wastafel di ruang ganti, mengambil sabun, dan mulai menciprati wajah dan tangannya dengan air dingin.

.

.

“Chanyeol!”

“Jiwon.” Chanyeol menghela napas, mendapati Jiwon sudah berdiri menunggu di depan pintu kamarnya, terlihat nyaris telanjang dengan gaun koktail hitam yang supermini.

“Kemana saja kau, sayang? Pikiranmu sepenuhnya terkunci!” rengek Jiwon dengan manja, berjalan menghampiri Chanyeol, lalu melingkarkan lengannya di seputar pinggang pria itu. Chanyeol merasa matanya memerah saat gairah dipompa di dalam tubuhnya. Jaga sikap, sialan.

Jiwon mengalungkan lengannya di leher Chanyeol, dan bibirnya menyapu telinga pria itu. “Aku sudah menyiapkan sesuatu yang spesial.” Tangan Jiwon membelai dadanya, berhenti di perutnya. “Sesuatu yang sangat spesial…”

“Spesial seperti apa?” tanya Chanyeol, memaksakan suaranya agar tetap tenang. Jari-jari tangan Jiwon bergerak ke ban pinggang celana jeans Chanyeol, menggodanya saat pria itu mulai terangsang. Setidaknya cobalah untuk menjaga sikap. Satu jari Jiwon dikaitkan ke lubang ikat pinggangnya, menarik Chanyeol ke arah kamarnya.

“Aku akan mengatakan kepadamu jika kau mengatakan kepadaku dimana kau tadi?” desak Jiwon, dan Chanyeol memegangi pinggangnya, menariknya mendekat. Mata Chanyeol beralih ke payudaranya, yang begitu besar hingga menyembul keluar dari gaunnya.

“Bagaimana jika kau menunjukkannya saja kepadaku?” kata Chanyeol sambil tergelak senang.

Bagaimana dengan Yoona? Kata suara di dalam kepalanya, tapi Chanyeol mengabaikannya seperti yang sering ia lakukan.

Chanyeol mendorong Jiwon ke tempat tidur dan dengan gerakan yang canggung, wanita itu berhasil menanggalkan kemejanya. Tangan Jiwon membelai perutnya yang rata. Chanyeol mencengkeram bagian bawah gaun mini Jiwon, hendak menanggalkannya juga, tapi wanita itu melompat mundur.

“Tidak, sampai kau mengatakan kepadaku dimana kau tadi.”

Chanyeol menutup jarak yang tadi diciptakan Jiwon, menggigit telinganya, dan menghela napas pasrah. “Aku bersama Yoona.” Chanyeol bergerak turun ke lehernya, mengabaikan aroma darahnya, yang terasa asam dan bau—meskipun mungkin saja itu dipengaruhi oleh sikapnya.

Tiba-tiba saja, Jiwon tersentak mundur. “Apa? Kau bersama manusia sampah itu?”

Chanyeol mengangkat bahu. “Dia bukan lagi manusia, dia dhampir.” Ia menarik lagi Jiwon ke tubuhnya, tetapi wanita itu menolak.

“Kenapa kau bersamanya? Tega sekali kau melakukan ini kepadaku.” Pekik Jiwon, melangkah mundur dengan tatapan marah yang mengatakan kepadanya bahwa Chanyeol terlibat masalah besar.

“Yoona baru saja diserang, Jiwon! Kau berharap aku melakukan apa? Mengatakan kepadanya untuk mengurus dirinya sendiri?” jawab Chanyeol, merasa bingung oleh reaksinya.

“Jadi kau menemaninya, dan bukannya bersamaku, pacarmu?”

“Pacar?” gumam Chanyeol, mundur satu langkah.

“Itu sebutan untuk gadis yang memiliki hubungan istimewa denganmu!”

“Hubungan?” gumam Chanyeol lagi, menoleh ke sekeliling dengan bingung, seolah dinding bisa lebih dimengerti daripada perkataan Jiwon. “Aku tidak ingat kita punya hubungan istimewa.”

Jiwon menjerit frustasi, menarik rambut palsunya. “Chanyeol, kau bahkan tidak mau repot-repot membuka Facebook? Aku mencantumkan sedang berpacaran denganmu.”

“Kau punya Facebook?”

Mata Jiwon membeliak dan berubah hitam, dan ia terlihat seperti hendak menyerangnya. Yang pasti akan sangat menggelikan.

“Iya, aku salah satu temanmu di Facebook, yang pasti akan kau ketahui jika kau mau memeriksa profilmu! Kau hanya mencoba menyangkal fakta bahwa kau berselingkuh dariku dengan manusia murahan itu, yang tampaknya baru saja diserang. Yah, jika itu benar, dia memang pantas mendapatkannya. Aku membencimu!”

Chanyeol berdiri diam selama semenit penuh, merasa seperti jiwanya berada di luar tubuhnya. Pertama-tama, karena mereka tidak seharusnya menggunakan jejaring sosial—terlalu personal—dan yang kedua, karena ia tidak mengerti apa yang sebenarnya dikatakan Jiwon. Saat akhirnya ia mengerti, amarahnya bangkit. “Tarik kembali,” geramnya, melangkah mendekati Jiwon.

“Yang mana? Perkataanku tentang dia wanita murahan, atau perkataanku tentang aku benci kepadamu?”

“Yang pertama, tentang dia wanita murahan. Aku tidak peduli kau membenciku atau tidak.”

Jiwon menepiskan rambutnya. “Hubungan kita putus sampai disini, Chanyeol. Benar-benar berakhir!” Jiwon merapihkan gaunnya dan bergegas ke luar dari kamar Chanyeol.

“Kita memang tidak pernah memiliki hubungan!” teriak Chanyeol kepada Jiwon. Wanita itu tidak menjawabnya.

Chanyeol tidak bisa bergerak, masih tidak bisa memercayai apa yang terjadi. Aku baru saja putus dari wanita yang bahkan bukan pacarku. Harus ada penghargaan untuk itu.

Chanyeol menggelengkan kepalanya dengan jengkel dan mengambil lagi kemejanya dari lantai. Menyebalkan sekali. Sekarang aku harus menemukan sumber kesenangan yang lain.

Chanyeol kembali ke kamar Yoona, senang melihat gadis itu sudah tertidur pulas. Ia duduk di kursi berlengan yang ada disamping tempat tidur, mengerutkan kening saat ia melihat pakaian Yoona yang basah. Saat belajar di sekolah, Chanyeol tahu cukup banyak tentang manusia untuk tahu Yoona pasti akan kedinginan. Chanyeol menarik salah satu selimut ke atas tubuh Yoona, tapi kemudian gadis itu meringis di dalam tidurnya. Ia tahu Yoona pasti sedang memimpikan Kyuhyun.

Persetan, ia bisa membenciku karena ini nanti.

Chanyeol merangkak naik ke tempat tidur untuk berbaring di samping Yoona, berhati-hati agar tidak mengganggu posisi tidurnya. Dalam sekejap, wajah Yoona berubah santai, dan kakinya bertautan dengan kaki Chanyeol. Napas Yoona menjadi lebih teratur, dan ekspresi wajahnya lebih tenang.

Chanyeol menunduk dan mencium bagian belakang kepala Yoona. “Mimpi indah, Yoona.”

.

.

“Kau punya waktu tiga detik untuk menyingkirkan lenganmu dari tubuhku dan menjauh dua ratus meter dariku.” Yoona mengerang saat sinar matahari masuk melalui jendela.

“Selamat pagi juga untukmu.” Chanyeol tergelak, sengaja berlama-lama bangun dari tempat tidur.

Tubuh Yoona kaku dan, seperti yang diprediksi Jinhyuk, pegal. Ia mengerang lagi saat Chanyeol menggulingkan tubuhnya hingga terlentang.

“Ayolah, kau harus makan sesuatu. Perintah dokter.”

“Aku tidak mau makan.” Yoona berguling, menguburkan wajahnya ke bantal. Aku tidak akan pernah mau beranjak dari sini, pikirnya.

“Kau tidak boleh tidak makan,” balas Chanyeol, mendorong bantalnya.

“Coba paksa aku. Dan sejak kapan kau tidur di tempat tidurku?”

Kali ini, Chanyeol mendorong Yoona. “Kau galak saat pagi hari, ya? Yah, jikau kau mau sendiri, tidak masalah. Aku akan pergi ke dapur karena sangat butuh minum.”

“Aku tidak mau makan,” ulang Yoona.

“Kau sudah mengatakannya.” Yoona mendengar Chanyeol mengatakan itu sebelum pintu ditutup. Ia berniat untuk tetap berada di tempatnya sekarang, tapi setiap hembusan angin di luar terdengar seperti suara napas di jendela, dan kekosongan kamar mulai membuatnya takut. Jadi ia melompat, berlari ke wastafel yang ada di ruang ganti. Yoona mencuci wajahnya dan menyikat giginya sebelum mengambil cairan penyegar napas. Ia baru saja akan menuangkannya ke tutup botol saat benda itu terlepas dari tangannya dan terjatuh ke lantai. Melihatnya dalam gerakan lambat, Yoona menunduk dan menangkapnya—dengan sempurna, hingga bahkan tidak ada setetes pun yang tumpah. Gadis itu menaikkan sebelah alisnya. Yang pasti aku tidak bisa melakukan itu sebelumnya.

Saat ia turun ke lantai bawah, Yoona menemukan aula depan d alam keadaan kosong, kedua pintunya terlepas dari engselnya. Ia berhenti, lalu berlari melintasi lantai marmer menuju ruang santai, seperti anak kecil yang ketakutan dikejar sesuatu.

Saat sampai di dapur, Yoona mendapati Chanyeol memiliki teman minum: Kris. Mereka sedang terlibat percakapan, tapi langsung berhenti saat melihat kedatangan gadis itu.

“Pagi,” sapa Kris. Yoona tidak menjawab, hanya berdiri di depan konter dan menghindari kontak mata dengan mereka. Sebutir apel bergulir ke arahnya, dan Chanyeol menuangkan air dari ketel ke mug, secangkir teh mengikuti jejak apel tadi. Dengan perlahan Yoona menyesap minuman panas itu, di serang oleh perasaan déjà vu dan kembali ke hari pertama ia menikmati sarapan di Parkley. Pikiran yang membuatnya tidak nyaman adalah saat ini Chanyeol yang mengurus kebutuhan manusianya, sementara Yoona berusaha keras untuk menghindarinya. Saat ini justru Kris yang bersikap menjaga jarak dengannya.

Kris mengamati saat Yoona makan. Gadis itu menatap lantai keramik. Chanyeol menjarah kulkas, memasukkan setengah bungkus ham ke mulutnya, dan menelannya sambil menenggak sebotol darah.

“Kau baik-baik saja?” tanya Kris. Yoona mengangguk, bibirnya yang cemberut mengatakan ia tidak baik-baik saja. “Cukup baik untuk bicara?”

“Tentang apa? Ada banyak sekali hal yang bisa kita bicarakan. Keju. Kapur. Cokelat. Fakta bahwa aku diserang. Fakta bahwa aku menjadi tawanan. Fakta bahwa seluruh situasi ini sangat menyebalkan. Pilih saja,” jawab Yoona dengan suara ketus.

“Tentang perasaanku.”

Well, bagaimana perasaanmu hari ini? Senang? Sedih? Aku jamin, pasti lebih baik dariku.”

“Aku serius, Yoona.”

Dari depan kulkas, Chanyeol menoleh ke arah mereka, alisnya terangkat, tapi ia tidak mengatakan apa-apa.

Yoona menarik napas panjang. “Dengar, Kris, aku tidak merasakan hal yang sama terhadapmu, aku tidak bisa, apalagi setelah aku tahu Yiahn memiliki perasaan khusus terhadapmu, dan aku minta maaf, karena aku tahu kau pria yang baik terutama untuk ukuran vampir. Tapi, kau hanya membuang-buang waktu jika masih mengharapkanku, carilah vampir wanita yang baik yang tidak berbeda sangat jauh denganmu. Seperti Yiahn. Dan ini bukan duniaku. Hubungan kita tidak akan berhasil.” Yoona mencoba berbicara sediplomatis mungkin, menekankan pada perasaan Yiahn, tapi di dalam hati ia menjerit, bertanya-tanya kenapa Kris membahasnya sekarang. Tidak bisakah ia menunggu beberapa hari?

“Tapi hadapilah, Yoon, kau tidak akan mungkin bisa keluar dari sini sebagai manusia. Apakah kau benar-benar berpikir ayahmu bisa menolongmu?  Apakah kau benar-benar berpikir kau bisa pergi begitu saja?  Apakah kau bahkan ingin pergi?” tegas Kris, memelototkan mata kepada Yoona saat gadis itu melongo.

“Mungkin ini bukan waktu yang tepat untuk membicarakan ini,” kata Chanyeol sambil bersandar di konter.

“Jangan ikut campur, Chanyeol,” bentak Kris.

Chanyeol mengangkat tangan ke udara sambil bersiul. “Jangan tembak mediatornya.”

“Kau akan menjadi vampir wanita yang baik, Yoona. Lebih baik dari Yiahn. Mungkin tidak dalam waktu dekat ini. Tapi, itu pasti akan terjadi, karena aku tahu tidak akan bisa hidup seperti ini selamanya. Tidakkah kau mengerti? Ini semua hanyalah permainan menunggu. Kita menunggumu melemah. Dan aku akan menunggumu sampai kau luluh, tidak peduli kau suka atau tidak!”

Yoona merasa seperti ditampar. Chanyeol mengertakkan giginya; menyusuri tangan di samping wajahnya saat dada Kris membusung.

“Namaku Yoona, bukan Yoon,” Yoona keluar dari dapur, meninggalkan tehnya yang masih belum tersentuh. Aku tidak membutuhkan ini. Aku tidak harus berurusan dengan ini. Namun, Kris mengejarnya, dan saat ia baru saja melangkahkan kaki melewati pintu ruang santai, Kris menarik lengannya dan memutar tubuhnya.

“Jika kau tidak menginginkan cintaku, setidaknya katakan satu hal kepadaku,” tuntut Kris dnegan suara yang tidak pernah ia dengar darinya sebelum itu. Kebencian. “Kau tidak akan menolak Chanyeol, iya kan?”

Yoona semakin marah. “Aku akan menolaknya dan aku sudah menolaknya!”

“Aku tidak percaya,” gumam Kris. “Aku akan menunggumu. Aku pasti akan menunggumu.”

Yoona tidak bertahan disana untuk mendengarkan perkataan Kris. Setelah menaiki tangga, ia ragu-ragu sejenak sebelum menghambur masuk ke kamarnya, menyadari ia sudah bertingkah bodoh. Jendela kamarnya terkunci; tidak mungkin Kyuhyun bisa masuk.

Yoona menemukan sepasang kaus kaki baru dan memakainya untuk menggantikan kaus kaki yang sebelumnya ia pakai, naik ke atas tempat tidur dan menekankan wajahnya ke seprai yang baru diganti. Ia menikmati kegelapan total di balik kelopak matanya, tahu hanya tinggal masalah waktu sebelum airmatanya mulai bercucuran.

Kris bisa menunggu. Ia tidak perlu membahas masalah ini sekarang. Memangnya ia pikir belum banyak masalah yang harus kupikirkan? Apakah Kyuhyun saja belum cukup?

Nama Kyuhyun membuat Yoona merasa kotor, terkontaminasi. Seolah ia sudah membakar bagian kulit Yoona yang tersentuh oleh tangan dan taringnya, membuat gadis itu merasa terbakar dan hancur.

Kau tidak bisa hancur, ujar suara di dalam kepalanya. Kau lebih kuat dari itu.

“Menyingkir, Girly, kau menguasai seluruh tempat tidur.”

Yoona sudah bersiap untuk melompat saat mendengar suara itu, tapi kemudian ia berbaring lagi di kasur saat menyadari itu suara Chanyeol. Ia tidak bergerak. Setelah beberapa saat, ia mendengar pegas kasur di ujung tempat tidur berderit.

“Kau tahu, Kris bersikap seperti itu hanya karena dia tidak biasa ditolak oleh gadis manusia.”

“Aku dhampir, ingat?” jawab Yoona, suaranya teredam seprai.

“Tomat, thomat.”

Yoona berguling terlentang dan menyeret tubuhnya ke posisi bangun, menopangkan tubuhnya dengan bantal. Aku tidak akan melemah. Mereka bisa menunggu selama yang mereka inginkan. Tapi, Yoona tidak mau menoleh ke Chanyeol selama memikirkan itu. Mungkin ia takut wajahnya akan menampakkan tekadnya. Mungkin ia tahu ia akan tunduk karena balas budi—dan saat ini, ia membutuhkan bantuan besar.

Yoona menghela napas. “Apakah jumlah dhampir banyak?”

Chanyeol mengangguk. “Sekitar seribu. Hanya sedikit jika dibandingkan dengan jumlah total vampir. Sebagian besar dhampir menjadi pemburu atau pembasmi vampir.”

“Apa bedanya?”

“Status. Pemburu vampir biasanya lebih terlatih daripada pembasmi, tapi sejujurnya, mereka adalah bajingan busuk. Aku tidak biasa mendiskriminasi orang.” Yang mengejutkan, mata Chanyeol berubah hitam lagi. Yoona membiarkan kepalanya terkulai ke atas lutut, terseret oleh pikirannya sendiri, mencoba untuk menyingkirkan ingatan tentang Alun-alun Namsa Tower. Aku tahu kau tidak biasa mendiskriminasi orang.

TBC

33 thoughts on “[FF Remake] The Dark Heroine – Dinner with a Vampire

  1. aku gatau mau ngomen apa >.<
    speechless bangettttttt
    pertama, oh ya ampun kyuhyun jahat bangettttttttt. ternyata bener peringatan chanyeol ke yoona agar menjauh dari kyuhyun. ya ampunnnnnnnnnnn kejam banget sampe segitunya ke yoona. menjijikkan. ewh~~ tapi, apa maksudnya kyuhyun bicara tentang takdir ke yoona ya? apa yoona itu kayak semacem heroine gtu thor? well heroine yg diceritain kris ke yoona waktu itu
    kedua, ini gak masuk akal, tapi aku gak suka saat jiwon menggoda chanyeol. apalagi chanyeol juga "terbakar" atas godaan jiwon. ya ampun, chanyeol gak bisa nahan nafsu birahinya ke jiwon kah -____- geregetan. dan untungnya jiwon yg mutusin hubungan mereka, well padahal cuma jiwon yang nganggep mereka berada dalam sebuah hubungan. dan aku ngakak banget pas bagian itu
    dan ketiga, kok kris kayaknya gak terima gitu ya ditolak yoona? biasanya sih kalo baca di ff lain, rata2 pasti pada nyerah setelah di tolak. dan ini beda. hahahahaha dan aku suka itu. dan kris juga bawa2 nama chanyeol saat ditolak. apa kris punya firasat kalo nanti yoona-chanyeol saling jatuh cinta?
    dan terakhir, aku suka banget disini yoona chanyeol mulai deket. dan hei apa2an itu kok chanyeol jadi tidur di kamar yoona? wkwkwk tapi gapapa deh ya. adegannya lucu wkwkwk
    terlepas dari komentar di atas aku sih fine2 aja kalo mungkin author agak lama ngepost. ya setiap orang kan punya kesibukan masing2 hahahaha but, berjanjilah thor gak bakal mutus ff ini ditengah jalan.
    dan sebenernya aku nunggu kelanjutannya married with my bedfellow hehehehehehe

    Like

  2. author.. disaat aku gk punya kuota, author itu yg paling aku takutin ketinggalan tiap updatenya lhoo.. untungnya pas aku lg gk ada kuota, authornya jg lg gk nge share ff nya.
    semua cerita yg author share aku suka,..

    Omo~ Kyu oppa sadis bener.. untung ada nyanyeol kkk~ yg selametin Yoongie pas dia gk sadar diri Nyanyeol jg kan? Dhampir?! wehh Yoong jd dhampir..
    ChanYoon moment mulai bertebaran nih.. mereka itu sebenernya punya perasaan satu sama lain kan? tapi mereka belom pd peka tuh hhohoh.. keren euih.., pada punya akun sosmed jg ternyata kkk~

    ditunggu lanjutannya ya~ Hwaiting!!!

    Like

  3. Akhirnya ff ini update. . Seneng deh. . .aduh gak bsa byangin kyuhyun tega bnget, kris juga agak nyeremin maksa yo0na. .tp seneng m0ment yo0nchan nya cukup byk, .ditnggu next nya . .fighting buat authornya

    Like

  4. Annyeong himchanyeol-nim.. *deep bow*

    aku sukaaaa bnget sama semua buatan ff author… eumm… maaf ya, sebelumnya… aku pernah jadi siders disini *deep bow*

    ini cerita keren abis… makasih jg udh ngeremake novel ini 😀 Terus satu lagi, qw dulu sering bnget komen disini.. tp gk prnah bs muncul/? smpek buat aku nyerah 😀 *deep bow*

    ditunggu next chap.nya ya, trus ditunggu juga ff Beauty and The Beast, Love Like Oxygen/? trus Kiss The rain, trus ff yg lainnya 😀

    Keep writing^^

    Like

  5. Yeaahh.. Dan aku menyukai perhatian Chanyeol ke Yoona.
    Pleaseee…. Kalian itu akur dikit napa. Kayaknya tidak ada selain berdepat hal2 konyol. Ckckck

    Kyuhyun.. Teganya dirimu..
    Yoona seperti trauma ya, tp akal sehatnya menolak untuk itu, dia gadis yg kuat.
    Dan Kris.. Aku tidak yakin dia akan berhenti mendekati Yoona. Tp aku juga suka kisah cinta segita. Hahaha

    nextnya ditunggu ya chingu.. Fighting!

    Like

  6. ok author aku akan menunggu walopun cuma nyalin tapi aku tau itu ga gampang
    yang penting author’a tetep semangat buat ngelanjutin ff nya. fighting 😀
    kris siap menunggu?
    wiiiihh yoona nya udah mulai baik ni sama chanyeol. dan chanyeol nya juga
    hahhaaa ternyata vampire main facebook juga..
    ok deh thor di tunggu momen yoonyeol selanjutnya 🙂

    Like

  7. Aaaa… Chanyeol-yoona kok makin ‘wah’?
    Aku beneran itu udah pengen bunuh diri aja terus kalo jadi yoona, walaupun akhirnya gabisa juga sih, kan dihadang chanyeol..
    Aku rada” ngakak sendiri waktu ngebaca bagian jiwon, sok” jadi pacar chanyeol, padahal so chanyeol sendiri emang ga punya hubungan apa” sama dia, makanya nak jangan c**e jadi orang, nanti kam malu sendiri
    Kalo chanyeol, dia itu beneran udah suka sama yoona? Sikap dia buat yoona itu kan udah aneh kalo dibandingin sama sikap dia ke orang lain, kapan ya dia sama yoona pacaran? Pengen liattt…><
    Si krisnya bener" nampakin sisi dia suka sama yoona, perkataannya aja 'wahhh', dan terkesan terlalu memaksakan yoona buat jadi vampir dan jadi 'siapanya' kris
    Si kyuhyun lari kemana sih? Mati aja udah, matilah kau nak!(buat ff ini aja kok, aslinya jangan mati)
    Well, next chapternya ditunggu terus ya thor:*

    Like

    • Dan satu lagi thor, aku bingung sama kamu apa gak pusing ngebaca buku bahasa inggris? Walaupun kadang” aku baca buku oxford, tapi tetep aja bukunya tipis, dan jangankan bqca buku novel, aff aja aku masih agak berat bahasanya
      Dan thor, kan kita ini sama” punya kesibukan dan kehidupan pribadi masing”, jadi wajar kok kalo kamu ngeupdatenya ga begitu cepet, asalkan jangan kelamaan dan tetep lanjut terus, apalagi kan ini ff translate jadi pasti akan membutuhkan waktu lebih banyak buat ngetik
      See ya, thor!

      Like

  8. demi apa moment chanyeol-yoona nya udah makin keliatan._. aku suka ❤ omoo jadi author nyalin langsung dri buku nya terus author ketik satupersatu? 😦 aigoo solut banget dah aku sma author hehe ❤ pantes aja gak ada typo dlm penulisan cast nya._. serius aku paling suka sama chap ini, yoona nya udah mulai deket sma chanyeol'-' sisi lain aku kasian juga sma yoona nya yg disika sma kyuhyun 😦 kok kyuhyun jahat bener sih :(( mksd perkataan kyu itu ada hubungan nya dimsa depan yoona kah?'-' kok chanyeol disini nafsu nya gede baner/? digodain dikit sma jiwon langsung aja kepincut/? tapi bagus dah jiwon nya udh mutusin hubungan sma chanyeol.-. dan untuk kris aku serius miris bnget ngebayanginnya 😦 dan kbih miris lagi sih si yianh aku berharap nya kris bisa ngebuka hatinya buat yianh jadi terus gak ada pengalangnya antara hubungan yoona dan chanyeol._. pokoknya lanjut chap 7 ya thor-nim. fighting!

    Like

  9. Oh myyyyy…..
    Kyuhyun kejaaammm pake bangett untung ada chanyeol, wkwk
    suka banget sama part ini, chanyeol sama yoona udah mulai deket, hohoh
    ohh, kris kok jadi gitu yaah? Mau nungguin yoona? ooowwww
    ditunggu chapter selanjutnya author, keep writing 😀

    Like

  10. Aigoo, makin seru critanya 😀
    suka bnget n thanks bnget thor atas kerja krasnya ampe nhc ff remake pnjang bnget tp puas bnget bcanya.
    Wah, benih benih moment ChanYoon nya uda mulai muncul nhc.. Akhh sukaa.. Neomu joha! Neomu neomu daebak! 7 jempol berdobel(?) buat author, keren bnget.. #pinjamjempolLAYTAOHUN 😀
    next thor..
    Fighting!

    Like

  11. wuaaaaa lama bgt gak mampir ke sini! T.T
    tapi puas bgt karena di chapter ini sdh mulai banyak Chanyeol-Yoona moment 😀
    tapi sempet sebel itu gara3 Chanyeol kelamaan datengnya. Kyuhyun sempat serang Yoona. Kan aku envy XD /lah?/
    Pokoknya lanjut terus thor keep writing 😉

    Like

  12. cie cie yg udh muncul moment yoonyeolnya kkkkk
    aq suka moment sweet mereka ya mskipun msih dselingi adu mulut -_-
    dn ntah knp aq pikir kris kbelakangnya bkln brsikap dikit egois???

    Like

  13. Hahaha sumpah ngakak waktu tau vampir facebook’an jg 😀
    Mana si jiwon katanya udah nandai chanyeol diFB sbg kekasihnya lg..kkkkk
    cie cie yg udh muncul moment yoonyeolnya kkkkk
    aq suka moment sweet mereka ya mskipun msih dselingi adu mulut -_-
    dn ntah knp aq pikir kris kbelakangnya bkln brsikap dikit egois???

    eh ngomong” tu nama FB Chanyeol apa’an yeth,mau gw inbox die hahahaha

    Like

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.