[Park’s Family] Weekend

ff_park'sfamilyweekend

Author : himchanyeol | Main cast : Park Chanyeol, Kim Jongin, Kim Jiwon, Oh Sehun, Park Sooyoung, Do Kyungsoo, Im YoonA | Other cast : Kim Jongdae, Byun Baekhyun, Park Sojin, Park Jungsoo, Kim Taeyeon | Genre : AU, family life, humor | Rating : T | Length : Oneshot

.

.

.

. Continue reading

“사랑은 이렇게 (Love Like This)”

사랑은 이렇게

Tittle : Chapter 3 | Cover & Present By : himchanyeol & JiYoon | Main cast : Lee Hye-Ri, Oh Se-Hun, Park So-Jin, Kris Wu, Xi Lu-Han, Im Yoon-A, Park Chan-Yeol, Kim Ji-Won | Other cast : Find by yourself | Genre : Romance, AU, angst, drama, humor | Rating : PG+15 | Length : Series/Chapter | Backsounds : K.Will – Like A Star, BoA – Disturbance, K.Will – Love Like This

.

.

.

. Continue reading

“사랑은 이렇게 (Love Like This)”

사랑은 이렇게

(Chapter 2)

Cover & Present By : himchanyeol & JiYoon | Main cast : Lee Hye-Ri, Oh Se-Hun, Park So-Jin, Kris Wu, Xi Lu-Han, Im Yoon-A, Park Chan-Yeol, Kim Ji-Won | Other cast : Find by yourself | Genre : Romance, AU, angst, drama, humor | Rating : PG+15 | Length : Series/Chapter | Backsounds : K.Will – Like A Star, BoA – Disturbance, K.Will – Love Like This

.

.

.

. Continue reading

“사랑은 이렇게 (Love Like This)”

사랑은 이렇게

(Prolog & Chapter 1)

Cover & Present By : himchanyeol & JiYoon | Main cast : Lee Hye-Ri, Oh Se-Hun, Park So-Jin, Kris Wu, Xi Lu-Han, Im Yoon-A, Park Chan-Yeol, Kim Ji-Won | Other cast : Find by yourself | Genre : Romance, AU, angst, drama, humor | Rating : PG+15 | Length : Series/Chapter | Backsounds : K.Will – Like A Star, BoA – Disturbance, K.Will – Love Like This

 

“Prolog”

Gadis kecil berusia enam tahun itu tersenyum pada kakak perempuannya yang menarik tangannya berjalan menjauh dari rumah. Sebelah tangannya yang lain ia gunakan untuk menggenggam sebuah lolipop berukuran lumayan besar yang di bungkus dengan plastik putih transparan. Setelah sekian lama berjalan mengikuti kakaknya yang tidak kunjung berhenti, gadis kecil itu bertanya dengan suara lembutnya.

“Eonni, kemana kau akan membawaku pergi? Kata Ibu kita harus pulang sebelum jam makan malam.”

Kakak perempuan yang lebih tua enam tahun darinya itu menggenggam tangannya lebih erat. “Kita akan pergi ke tempat yang akan kau sukai nanti. Sabar saja.”

“Benarkah? Apakah kita akan ke Lotte World? Sudah lama aku ingin pergi ke sana.”

“Benar.” Kakak perempuannya memasang wajah dingin. “Kita akan pergi kesana.”

.

.

.

.

“Kenapa.. kenapa ini bisa terjadi..? Anakku..!”

Bocah laki-laki tampan yang berumur 12 tahun itu menatap tajam ke arah seorang gadis yang berumur sama dengannya. Gadis yang pulang membawa kabar buruk pada keluarganya sendiri. Laki-laki itu tiba-tiba menarik tangan sang gadis ke halaman belakang rumah dengan paksa. Si gadis meronta tak suka.

“Apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!”

“Kau bohong.” Ujar laki-laki itu dingin. “Kau bohong!”

“Apa yang kau bicarakan? Aku tidak mengerti.”

“Dia tidak mungkin menghilang. Kau pasti membawanya pergi jauh lalu meninggalkannya, kan?!”

“Memang benar, aku tidak bohong. Saat aku sedang membelikannya minuman, gadis itu sudah tidak ada. Ku cari kemana-mana, tetap tidak ada. Ia pasti di bawa oleh seseorang.”

“Bohong!” laki-laki itu melayangkan tatapan tajam pada gadis itu. “Kau.. kau pasti sudah mendengarnya kan? Mendengar bahwa adikmu itu akan di jodohkan olehnya?”

“Apa maksudmu?”

“Jangan berpura-pura. Aku tahu kau menyukai dia. Kau sengaja meninggalkan adikmu sendiri di tempat yang jauh dan membuatnya menghilang supaya gadis itu tidak jadi di jodohkan olehnya!”

Wajah gadis itu tiba-tiba berubah pucat. Keringat dingin mengalir dari dahinya yang putih.

“Kejam! Kau hina! Kau tak pantas di sebutnya sebagai kakak!”

“Apa maumu, hah? Kau tak berhak ikut campur dalam masalahku!”

“Kau benar-benar licik!”

Gadis itu melempar sebuah balok kayu mainan ke arah laki-laki itu. Namun dengan gesit, laki-laki itu menangkap balok itu tepat di depan wajahnya.

“Jadi setelah membuang adikmu sendiri, kau berniat untuk membunuhku?”

“Tutup mulutmu!”

“Tidak semudah itu, Putri Tidur.” Laki-laki itu tersenyum menyeringai. “Kau sangat mirip dengan Putri Tidur. Terlalu banyak bermimpi, akhirnya merasa yakin bahwa semua mimpimu itu akan terwujud di dunia nyata.”

“Hentikan!” gadis itu menutup kedua telinganya dan terjatuh ke atas rumput halaman rumahnya. “Hentikan! Jangan bicara lagi!”

“Sebenarnya.. aku melihatmu membawa adikmu sore tadi keluar rumah. Kau membawanya ke pinggir jurang dan mendorongnya tanpa merasa bersalah. Kau membuat alasan sendiri dengan mengatakan bahwa adikmu menghilang. Dasar iblis! Kau telah membunuh adikmu sendiri!”

“Ku bilang hentikan!!”

“Jangan menyebutnya cinta jika kau melakukannya dengan cara yang licik. Kau tidak pantas mendapatkannya! Kau pengecut! Perjuangkanlah cintamu sendiri dengan cara yang sehat!”

Gadis itu berteriak karena laki-laki itu tak kunjung menghentikan ucapannya. Cairan bening itu telah mengalir dari kedua matanya. Ia menangis. Bukan karena merasa bersalah, tapi ia takut kalau semuanya akan mengetahui kebenaran itu.

“Lihatlah nanti, Putri Tidur. Aku akan mengungkapkan semua kebenaran itu. Aku akan membuatmu merasakan apa yang di rasakan oleh gadis itu. Dan aku bersumpah.. aku bersumpah kau tidak akan bisa hidup dengan tenang. Aku yakin adikmu menginginkan itu.”

 

 

 

 

“Meet Of Separation” (Chapter 1)

 

“Hu.. huwaa..!”

Lee Hye-Ri, gadis berparas cantik yang memiliki tinggi tubuh 166 cm itu sedang mengacau sembari mengangkat gelas winenya tinggi-tinggi di dalam bar seorang diri. Ia tertawa kecil dan sesekali menangis tersedu-sedu seperti orang bodoh. Beberapa pria dan wanita yang berjalan melewatinya hanya bisa mengangkat sebelah alisnya dan memandang gadis itu dengan bingung.

“Pasti dia sedang patah hati.”

“Menyedihkan sekali.”

“Wajahnya cantik, tapi dia gadis yang bodoh.”

“Sudahlah, tidak usah di pedulikan. Banyak para gadis yang datang kesini untuk bertingkah seperti itu jika ada masalah.”

“Tak tahulah!”

“Apa yang kau lihat? Ayo jalan!”

Berpuluh-puluh kalimat yang tanpa langsung di lontarkan oleh beberapa orang yang lewat tak di pedulikannya sedikit pun oleh Hye-Ri. Ia lebih memilih kembali menenggak winenya dan sibuk dengan racauannya.

“Jong-Hyun.. Oppa.. kau tega sekali padaku!”

“Ahh.. ha ha ha ha..!”

“Hatiku sakit.. hu hu hu..”

“Hey, apa kabar? Bibi, semangat!”

Hye-Ri berdiri dari duduknya lalu menari-nari di depan meja. Ia bahkan menabrak beberapa wanita yang sedang menari dan menginjak sepatu para pria. Hye-Ri tetap menari walaupun di hujam beberapa tatapan tajam. Karena tak kunjung merespon, akhirnya Hye-Ri hanya dibiarkan saja. Gadis itu tiba-tiba berhenti saat di lihatnya dua orang yang di kenalnya baru saja masuk dan sedang mencari seseorang.

“Yoon-A..! Lu-Han..! Kalian datang..?” ucapnya sembari melambai.

Lu-Han langsung menggelengkan kepalanya dan menghampiri gadis itu. “Kau terlihat menyedihkan.”

“Benarkah? Terimakasih!”

“Hye-Ri, jangan seperti ini. Aku mengkhawatirkanmu.”

Hye-Ri menoleh pada Yoon-A yang menatapnya dengan sangat cemas. Gadis itu tertawa renyah lalu memeluk Yoon-A erat. “Aku sayang padamu, Yoon-A.”

“Yoon-A, kita harus membawa gadis bodoh ini keluar.”

“Aku juga sayang padamu, Lu-Han!” Hye-Ri menarik tubuh Lu-Han sehingga kini mereka bertiga berpelukan.

Lu-Han mendesis. “Apa yang kau lakukan? Lepaskan!”

Hye-Ri melepaskan kedua tangannya dan jatuh terduduk di lantai dengan menjulurkan kedua kakinya. “Hong Jong-Hyun.. Hong Jong-Hyun.. pangeranku.. kyaaa…!”

“Anak ini!”

“Hye-Ri, bangunlah.. lantainya dingin. Kau bisa sakit.”

“..HONG JONG-HYUN OPPAAA…!! HUWAAAAA…!! APA KABAR..?!”

Lu-Han berkacak pinggang. “Kau ini gadis macam apa? Seseorang yang patah hati sepertimu masih bisa mengucapkan apa kabar padanya?”

Yoon-A tak bisa menahan dirinya untuk tidak tersenyum. Gadis itu berjongkok lalu menarik Hye-Ri berdiri. “Kita harus segera membawa Hye-Ri pulang. Dia bisa berbuat hal yang lebih jika di biarkan lebih lama lagi.”

“Aku akan mengambil mobil. Kau tunggu disini.”

“Baiklah.”

Hye-Ri menatap Lu-Han yang berjalan keluar dari bar. Gadis itu meringis dan tiba-tiba menangis keras menunjuk-nunjuk Lu-Han. “Oppa..! Jong-Hyun Oppa..!! Jangan pergi..! Ku mohon jangan tinggalkan aku..!!”

“Hye-Ri.” Yoon-A menahan lengan Hye-Ri yang akan pergi mengejar Lu-Han. Gadis itu menggelengkan kepalanya. “Kau tenanglah. Tadi itu Lu-Han, bukan Jong-Hyun Oppa. Sekarang kau diam dulu disini sebentar, aku ingin ke toilet. Aku janji aku akan kembali kesini secepatnya. Oke?”

Hye-Ri tersenyum lebar lalu membungkuk berkali-kali. “Hati-hati di jalan.”

Meringis, Yoon-A perlahan berlari kecil meninggalkan Hye-Ri yang masih membungkuk. Dia merutuk dirinya sendiri karena sempat-sempatnya pergi ke toilet di saat seperti ini. Tapi ia tidak ada pilihan lain. Gadis itu hanya harus secepatnya kembali ke tempat itu sebelum Hye-Ri berbuat hal yang lebih jauh. Semoga saja Hye-Ri tidak melakukan hal yang macam-macam.

Hye-Ri langsung membulatkan matanya saat menatap seorang pria yang baru saja keluar dari bar. Ia tersenyum lebar. Dengan susah payah ia berjalan menyusul pria itu yang akan masuk ke dalam taksi.

“Ketemu! Jong-Hyun Oppa, apa kabar? Ha ha ha..!”

.

.

.

.

Oh Se-Hun duduk seorang diri di sebuah sofa dalam bar di sudut ruangan. Sudah dua kali ia melirik jam tangannya, orang yang di nantinya tidak kunjung datang. Tidak biasanya So-Jin terlambat ketika mereka akan bertemu. Biasanya wanita itu akan datang tepat waktu atau datang lebih awal darinya. Se-Hun menarik napas panjang. Ia merasa khawatir karena takut So-Jin sedang mengalami sesuatu yang besar.

Se-Hun baru tiga hari tinggal di Korea. Dia baru saja kembali setelah tinggal di Kanada selama tiga tahun bersama So-Jin. Karena ada suatu masalah yang penting pada So-Jin, Se-Hun kembali lebih cepat ke Korea. So-Jin telah mengatakan kalau ia akan pulang dua hari kemudian dan akan menemui Se-Hun keesokkan harinya. Se-Hun telah menantinya di tempat yang telah mereka sepakati, namun wanita itu belum juga menampakkan batang hidungnya.

Noona.. kenapa kau belum datang juga?”

Saat Se-Hun ingin menelepon So-Jin, tiba-tiba seseorang menepuk bahunya pelan. Se-Hun mendongak dan mendapati teman baiknya yang kini telah duduk di sampingnya.

“Ternyata aku tidak salah lihat. Kapan kau kembali?”

“Oh, Park Chan-Yeol.” Se-Hun tersenyum. “Tiga hari yang lalu.”

“Sedang apa kau disini? Dimana So-Jin Noona?”

“Aku sedang menunggunya disini. Kami membuat janji akan bertemu disini karena Noona terlambat pulang ke Korea.”

“Apa ada yang terjadi?”

“Kurasa tidak ada.”

Chan-Yeol tersenyum lebar. “Aku benar-benar merindukan kalian berdua. Sudah lama sekali.”

“Iya.”

“Kenapa kau tidak menghubungiku?”

“Ah, maaf. Kemarin aku sangat lelah hingga ketiduran sampai malam.”

“Kukira kau sudah melupakanku.”

“Mana mungkin. Hey, bukankah seminggu yang lalu aku sempat menelepon dan menanyakan kabarmu?”

Chan-Yeol hanya terkekeh saat Se-Hun meninju lengannya. Pria itu lalu menjentikkan jarinya. “Kau ingin bersenang-senang disini?”

“Bukankah aku sudah bilang tadi kalau aku sedang menunggu Noona?”

Aish, setidaknya bersenang-senanglah sedikit setelah kembali. Kau tidak bisa bersantai, ya?”

“Dasar. Aku bukan cassanova sepertimu.”

Ponsel Se-Hun berbunyi saat Chan-Yeol baru saja membuka mulutnya untuk kembali berbicara. Pria itu segera menekan tombol hijau setelah mengetahui siapa sang penelepon.

“Siapa?” tanya Chan-Yeol.

“So-Jin Noona.

Chan-Yeol hanya mengangguk.

Noona, kau kemana saja—maksudku, dimana kau sekarang? Aku sudah menunggumu.”

“Se-Hun, maafkan aku.”

Sontak Se-Hun mengerutkan dahinya tidak mengerti. “Ada apa, Noona?”

“Sebenarnya.. aku belum kembali ke Korea. Kita tidak bisa bertemu hari ini.”

“Ada apa, Noona? Apakah ada masalah disana?”

“Tenang saja, kau tidak usah khawatir. Aku bisa menyelesaikannya sendiri. Aku janji aku akan pulang secepatnya dan kita akan segera bertemu. Aku hanya tidak bisa pulang dalam waktu dekat ini. Sebenarnya Dosenku tidak mau aku pergi.”

Se-Hun mendadak tertawa kecil mendengar jawaban So-Jin membuat Chan-Yeol menatapnya bingung. “Jadi hanya itu masalahnya? Astaga, Noona.. kau benar-benar membuatku khawatir.”

“Aku benar-benar minta maaf, Se-Hun.”

“Ya, tidak apa-apa, Noona. Aku mengerti.”

“Kalau begitu, aku tutup dulu teleponnya. Dosenku memanggilku. Nanti ku hubungi lagi.”

“Baiklah.” Se-Hun menekan tombol merah dan langsung menaruh ponselnya ke saku celananya. Chan-Yeol menatapnya penuh tanya.

“Ada apa?”

“Hanya masalah Dosennya.”

“Dosen?”

Se-Hun mengangguk. “Disana So-Jin Noona bekerja sebagai asisten Dosen. Noona bilang, Dosennya tidak ingin Noona pergi. Dia tidak bisa pulang lebih cepat hanya karena masalah itu saja. Dan sepertinya ia akan disana lebih lama lagi.”

“Ah, begitu.” Chan-Yeol manggut-manggut. Tiba-tiba ia tersenyum miring. “Jadi?”

“Apa?” tanya Se-Hun.

“Kau tidak berniat untuk bersenang-senang? Yaah.. tadi aku melihat beberapa gadis cantik yang lewat disini.”

“Dasar kau!” Se-Hun hanya tersenyum dan beranjak.

“Hey, kau mau kemana?”

“Aku masih lelah. Aku ingin pulang.”

“Tapi, bagaimana dengan ini?”

“Kau nikmati saja sendiri.” Se-Hun kembali melempar senyum dan berjalan pergi meninggalkan Chan-Yeol yang menggerutu sendirian di tempat itu. Setelah keluar, Se-Hun langsung menghentikan taksi dan duduk di kursi penumpang.

Apgujeong—“

Tiba-tiba pintu mobil yang baru saja di tutupnya kembali terbuka. Se-Hun terkejut mendapati seorang gadis yang tersenyum lebar ke arahnya dengan napas yang bau alkohol. Gadis itu adalah Lee Hye-Ri.

“Ketemu! Jong-Hyun Oppa, apa kabar? Ha ha ha..!” Hye-Ri tertawa lalu duduk di samping Se-Hun dan menutup pintu.

“K-kau siapa?”

Hye-Ri menoleh dengan senyum yang masih melekat di bibirnya. “Jong-Hyun Oppa. Aku merindukanmu!” tiba-tiba ia memeluk Se-Hun membuat pria itu terperanjat.

“H-hey!”

“Oh, kekasihmu?” tanya sang supir taksi.

“Bukan—“

“Apa yang kau tunggu, Paman? Ayo jalan! Kita tidak boleh kehilangan jejaknya!”

“Sepertinya dia mabuk berat. Baiklah, aku akan segera membawa kalian secepatnya ke Apgujeong.”

Se-Hun menatap Hye-Ri yang tampak senang karena akhirnya mobilnya dapat melaju dengan kencang. Gadis itu menunjuk-nunjuk ke arah luar jendela dan tertawa keras melihat seorang pria yang mengenakan payung kuning. Memangnya ada apa dengan pria itu?

“Hoi!” Se-Hun mencolek bahu gadis itu pelan. “Kau salah naik mobil, Nona.”

“Jong-Hyun Oppa, mobilmu jelek sekali.”

“Astaga, kau benar-benar parah.”

Oppa suka warna merah? Aku suka warna putih.”

“Apa?” Se-Hun mengernyit. “Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan, Nona.”

“Jong-Hyun Oppa.” Hye-Ri memeluk lengan Se-Hun.

“Jong-Hyun Oppa?” ulang Se-Hun. “Maaf, Nona. Kau salah orang.”

Oppa!!”

Se-Hun tersentak karena teriakan Hye-Ri.

“Jangan putuskan aku hanya karena aku tak sengaja jatuh ke dalam tempat sampah!!”

Se-Hun melongo dan spontan tertawa geli. Hye-Ri yang mendengarnya hanya ikut tertawa. Se-Hun sampai tak bisa berhenti tertawa karena melihat wajah gadis itu yang terlihat sangat bodoh dengan senyumannya.

“Seseorang yang sedang mabuk berat memang kadang-kadang akan bertingkah seperti Nona itu.” ujar sang supir. “Aku sudah beberapa kali mendapat penumpang seperti kalian. Sepasang kekasih.”

Se-Hun langsung berhenti tertawa mendengar perkataan supir itu. “Kekasih?”

“Maafkan aku, Paman, telah menyakitimu. Tetapi saat ini aku hanya ingin makan kentang goreng. Aku suka sekali meminum coklat panas!”

“Hoi!” Se-Hun kembali tertawa. “Kau itu orang yang sedang mabuk atau orang yang tidak waras, sih?”

“Baiklah!” Hye-Ri mengangkat sebelah tangannya lalu tertawa keras. “Kalau besok turun hujan, aku berjanji aku akan membawa payung. Paman, doakan aku semoga aku selamat besok! Semangat, Lee Hye-Ri!!” setelah itu Hye-Ri terjatuh di pangkuan Se-Hun dan benar-benar tak sadarkan diri. Se-Hun langsung tertawa terbahak-bahak sampai sakit perut.

“Lee Hye-Ri.” Se-Hun menatap gadis itu sembari geleng-geleng kepala.

.

.

.

.

4 hours ago..

 

“Kita.. putus saja.”

Hye-Ri membelalak tidak percaya pada Jong-Hyun yang baru saja meminta untuk mengakhiri hubungan mereka. Kedua matanya berkaca-kaca, dia tidak siap untuk ini.

“Hubungan kita berakhir disini.”

“Kenapa, Oppa?” akhirnya cairan bening itu mengalir ke kedua pipinya. “Kenapa harus disini? Kenapa kau tidak mengatakannya di tempat yang lebih sepi?”

“Oh?” ucap Jong-Hyun bingung. “Memang itu berpengaruh, ya?”

“Tentu saja. Bukankah itu akan lebih romantis?”

Jong-Hyun menepuk dahinya. “Aku bukan sedang menyatakan perasaanku padamu, Hye-Ri. Aku sedang mengakhiri hubungan kita.”

“Apa? Jadi kau memutuskanku, Oppa?”

“Kau kemana saja?” Jong-Hyun kembali menepuk dahinya. “Baiklah, kali ini serius.”

“Kenapa Oppa memutuskanku?” tanya Hye-Ri dengan isakkannya.

Jong-Hyun menarik napas panjang sebelum menjawab, “Aku.. menghamili seorang gadis.”

Hye-Ri menarik napas lega. “Syukurlah.”

“Apa?” Jong-Hyun langsung melotot pada Hye-Ri. “Apa maksudmu, Hye-Ri?”

“Ya, bukankah itu bagus? Aku kira Oppa akan menghamili seorang laki-laki.”

“Lee Hye-Ri!”

Oppa, ku mohon jangan tinggalkan aku! Aku berjanji aku tidak akan berdandan lagi!”

“Tidak bisa, Hye-Ri.. aku harus bertanggung jawab. Ini semua kesalahanku.”

Oppa..” Hye-Ri kembali menangis. “..aku tidak ingin berpisah denganmu.”

“Maafkan aku, Hye-Ri. Mungkin kita memang tidak berjodoh.”

Hye-Ri menggeleng. “Kalau Oppa pergi, bagaimana denganku?”

“Seandainya kau bisa menggantikanku bertanggung jawab, aku akan sangat senang. Padahal aku tidak mencintai wanita itu sedikit pun.”

“Aku akan melakukannya, Oppa! Tapi,” Hye-Ri menggeleng. “Aku tidak bisa.”

Jong-Hyun kembali menarik napas panjang. “Maafkan aku, Hye-Ri. Aku benar-benar minta maaf. Aku harap kita bisa menjadi teman setelah ini.”

Hye-Ri hanya menangis tanpa menjawab ataupun menatap ke arah Jong-Hyun. Dadanya terasa sesak. Padahal hubungan mereka baru berjalan satu tahun.

“Jaga dirimu baik-baik, Hye-Ri. Aku pergi.”

Jong-Hyun benar-benar pergi. Hye-Ri menaruh wajahnya di antara kedua tangannya di atas meja dan menangis tersedu-sedu di dalam kafe yang terlihat ramai itu. Cintanya sudah berakhir, berakhir secara sepihak. Hye-Ri tak tahu harus bagaimana. Apakah ia harus datang ke acara pernikahan Jong-Hyun untuk membawanya pergi atau malah membawa wanita yang akan menjadi istri Jong-Hyun? Itu tidak mungkin. Hye-Ri tidak mengenal wanita itu. Malam harinya, Hye-Ri memutuskan pergi ke bar untuk melepaskan semua rasa sakitnya dengan meminum banyak alkohol. Mabuk berat dan tanpa sadar memiliki pertemuan dengan seorang pria asing yang ditemuinya di dalam taksi.