We Were In Love

ff_wwil

Author : himchanyeol | Main cast : Park Chanyeol – Im YoonA | Other cast : Xi Luhan, Kris Wu | Genre : Romance, school life, AU | Rating : T | Length : Drabble

.

.

.

.

“Chanyeol, bukankah itu mantan kekasihmu? Sepertinya ia sudah memiliki kekasih baru.”

Aku menoleh ke arah yang di tunjuk Luhan. Benar, itu adalah mantan kekasihku—Yoona—yang sedang berjalan bersama Kris Wu—kekasih barunya. Kris adalah ketua tim basket dari SMA tetangga yang akan melawan tim basketku di pertandingan antar sekolah nanti. Kedatangannya kesini mewakili sekolahnya untuk menghadiri rapat perlombaan yang rencananya akan di adakan minggu depan.

Luhan menyikutku dengan senyum jahil di bibirnya. “Apa kau cemburu?”

“Hentikan.” aku merebut bola basket dari tangannya lalu langsung memasukkannya ke dalam ring dari jarak jauh. “Yoona bukan urusanku lagi sekarang.”

“Tapi dia adalah gadis yang kau cintai.”

Aku tertegun.

“Kenapa kalian bisa berpisah? Apakah Yoona yang memutuskanmu?”

“Aku tidak ingin membahasnya, Luhan.”

“Hei, Yoona adalah temanmu sejak kecil, dan rumah kalian pun bersebelahan. Ku pikir kau pasti tidak bisa melupakannya dengan mudah. Kecuali jika kau kehilangan ingatanmu tentangnya.”

Dengan kesal aku melempar bola basket ke arahnya, namun Luhan berhasil menangkapnya dengan baik. “Tutup mulutmu, Luhan. Atau aku akan mengundurkan diri untuk pertandingan nanti.”

Luhan mengangkat kedua tangannya lalu memasang wajah menyerah. “Baiklah. Meskipun ketua tim basket adalah aku, tapi aku tidak yakin akan menang jika kau tidak ada.”

“Baguslah jika kau menyadarinya.” aku berbalik lalu berjalan meninggalkan lapangan basket outdoor. Ini memang salahku tidak mengakuinya, tetapi aku terpaksa melakukannya karena aku tidak ingin menyakiti diriku sendiri lebih lama.

Bahwa selama ini aku selalu mencintainya.

.

.

.

.

Yoona tiba-tiba masuk ke dalam kamarku saat aku baru saja keluar dari kamar mandi. Ia menghentikan langkahnya karena terkejut melihatku yang hanya mengenakan handuk.

“Bibi mengatakan kalau kau ada di kamar—ia menyuruhku untuk membawamu turun karena makan malam sudah siap. Tapi aku tidak tahu kalau kau sedang mandi. Bibi tidak mengatakan apapun tentang itu.”

Aku menunjuk ranjangku sembari menggosok rambutku yang basah. “Duduklah.”

Yoona duduk dengan hati-hati di atas ranjangku. Pandangan matanya tak pernah lepas dari lantai. Aku mengulum senyum, saat masih pacaran pun ia merasa malu melihatku setengah telanjang.

“Err.. Chanyeol, kapan kau akan berpakaian?” tanyanya saat menyadari aku tak juga pergi ke ruang pakaian. “Atau lebih baik aku tunggu kau di bawah saja.”

Yoona terburu-buru berjalan ke pintu kamarku. Saat ia berhasil menyentuh gagang pintu, aku segera melesat ke arahnya dan menahan pintu itu dengan tanganku. Yoona tersentak.

“Ch-chanyeol?”

Aku memeluk tubuhnya dari belakang. “Sudah lama sekali kita tidak berpelukan seperti ini.” aku merasakan tubuh Yoona yang menegang. Biasanya ia akan memberontak jika aku memeluknya dengan tiba-tiba seperti ini. Aku menutup mataku sejenak dan aroma tubuh Yoona ikut bersama oksigen yang sedang ku hirup.

“Yoona! Apakah kau sudah bertemu dengan Chanyeol?”

Karena teriakan Ibuku yang tiba-tiba, Yoona langsung bergerak untuk melepaskan diri dari pelukanku dan berjalan keluar dari kamarku. Aku tersenyum setengah hati menatap kepergiannya.

Semua ini tentu saja tidak akan berjalan dengan mudah sesuai keinginanku.

.

.

.

.

Aku merasa sangat bersyukur Luhan membuyarkan lamunanku tentang Yoona saat kami pacaran dulu, hingga aku tidak perlu mendapatkan amarah dari Baek Ssaem yang sedang mengajar di depan kelas. Setelah itu Luhan memandangku dengan curiga, kedua matanya menyipit seolah mengintimidasiku.

“Apa?” tanyaku langsung.

“Kau sedang memikirkan Yoona, kan?”

Skak mat kau, Park Chanyeol!

Aku tidak menjawabnya.

“Apa susahnya jujur, sih?” Luhan berdecak. “Sekarang lupakan tentang Yoona dulu. Chanyeol, sebenarnya aku bertemu dengan Kris Wu kemarin sore.”

“Oh, ya?”

“Aku serius!”

“Baiklah.” aku mengangguk dan memintanya untuk melanjutkan perkataannya.

Luhan menaruh pulpennya ke atas meja lalu bergerak mendekat untuk berbisik agar Baek Ssaem tidak menyadari kalau kami sedang mengobrol. “Kris Wu ingin menantangmu di pertandingan nanti.”

Aku mengernyit. “Apa alasannya?”

“Aku sudah menanyakannya, tapi dia ingin mengatakannya langsung padamu. Jadi setelah pulang sekolah besok kau dan dia akan bertemu di lapangan basket umum yang berada di dekat sungai Han.”

“Baiklah.”

Luhan menepuk bahuku dan mengatakan beberapa kata semangat. Aku terdiam. Apakah kami akan membuat semacam perjanjian?

.

.

.

.

Aku baru saja selesai membuang sampah saat aku melihat Yoona yang duduk seorang diri di ayunan depan rumahnya. Wajah gadis itu terlihat murung, ada sedikit kerutan di dahinya seperti ia sedang memikirkan sesuatu dengan keras. Aku berjalan ke keran air yang berada di dekat garasi rumahku untuk mencuci tangan kemudian menghampirinya.

“Kau sedang apa, Yoong?”

Gadis itu terkejut, begitu pun denganku. Aku baru saja memanggilnya dengan panggilan sayangku untuknya saat kami masih berpacaran dulu.

“M-maksudku… Yoona.”

“A-aku.. aku hanya duduk saja.” Yoona tersenyum tipis padaku lalu mempersilahkanku untuk duduk di sampingnya. Aku mendongak untuk melihat langit malam. Aku beruntung karena malam ini bintang di langit terlihat sangat jelas.

Lagi-lagi hal ini mengingatkanku pada saat kami berpacaran dulu. Aku sering mengajak Yoona ke pantai pada malam hari untuk melihat bintang.

“Bagaimana denganmu?” tanya Yoona karena aku tidak membalas perkataannya.

“Aku sedang membuang sampah, lalu aku melihatmu duduk seorang diri disini.”

Wajah Yoona memerah seketika. “Kau memang selalu berhasil menangkapku, ya?”

“Ya?” aku sedikit mengernyit. “Maksudmu seperti bola basket?”

“Eh?”

Aku tersentak. Entah kenapa pembicaraan ini menjadi sangat canggung. Aku mengusap leher belakangku dan mengibaskan tangan. “Lupakan saja. Yoona, apakah kau sudah bertemu dengan kakak iparku?”

“Ah.. Jaehyun Oppa?”

Oppa?”

“Jaehyun Oppa lebih tua empat tahun dari kita, karena itu aku memanggilnya Oppa.”

“Jangan-jangan kau sudah akrab dengannya?”

“Memangnya aku belum bilang ya kalau Jaehyun Oppa itu sepupu Dasom?”

Aku menggeleng. Ya, tentu saja. Karena setelah putus kami hampir tidak pernah mengobrol panjang seperti ini. Aku segera mengangkat bahuku saat melihat wajahnya yang kebingungan. “Ngomong-ngomong, apakah kau akan datang ke pesta pernikahannya?”

Yoona mengangguk. “Aku sudah berjanji pada Yoora Eonni, tapi…”

“Tapi?”

Eonni… memintaku untuk datang bersamamu.”

“Kau tidak akan datang bersama Kris Wu?”

Yoona menundukkan wajahnya. “Jadi kau sudah tahu tentang Kris, ya…”

“Apa yang kau lakukan bersama pria itu selalu menjadi pusat perhatian semua orang. Apakah kau tidak menyadarinya?”

“Aku tidak… mungkin mengobrol dengannya terasa menyenangkan.”

“Kau tahu,” aku menarik napas panjang. “Sebenarnya Noona belum tahu kalau kita sudah putus.”

“Pantas.”

“Maaf, apakah itu sangat mengganggumu?”

“Tidak, kurasa tidak. Lagipula Yoora Eonni tidak menanyakan apapun lagi tentang hubungan kita semenjak ia akan menikah.”

“Benarkah?”

Yoona mengangguk, namun kali ini tanpa mengatakan apapun. Udara yang dingin malam ini membuatku tidak sengaja menyentuh tangannya. Yoona tersentak. Aku tidak menarik tanganku karena gadis itu juga tidak keberatan.

“Siapa yang akan kau pilih di pertandingan nanti?”

Aku terkejut karena lagi-lagi aku tidak bisa mengontrol mulutku dalam berbicara di hadapannya. Entah kenapa aku lebih merasa gugup dan jantungku terus berdegup dengan kencang setelah kami putus.

“Eh?”

“M-maksudku… tim basket Kris akan melawan tim basketku—tim basket sekolah kita. Mana yang kau pilih?”

“Kalau memilih.. mungkin aku akan memilih Kris. Tetapi aku lebih menginginkan tim basketmu untuk menang.”

“Jadi kalah atau pun menang kau tetap akan memilih Kris?”

“Ya?”

“Chanyeol.”

Tiba-tiba Yoora Noona memanggilku dari balkon kamarnya. Aku yang semula menahan napas karena apa yang baru saja ku katakan, kini dapat menghirup kembali oksigen berkat pengalihan kakakku.

Dengan lega aku mendongak ke arah Yoora Noona yang berada di lantai dua. “Ada apa, Noona?”

“Kenapa kau lama sekali? Ibu mencarimu, bukankah kau sedang mencuci piring?”

Aku menepuk dahiku. Ibu pasti akan memarahiku karena meninggalkan pekerjaan yang belum selesai terlalu lama. Aku menoleh dan meringis pada Yoona yang memandangku dengan senyuman.

“Hei, Yoona!” panggil Yoora Noona.

Yoona mendongak. “Yoora Eonni.”

“Kalian terlihat serasi. Eh, atau jangan-jangan kalian sedang bermesraan?” Yoora Noona tertawa dan masuk ke dalam kamarnya begitu saja. Aku sedikit melongo dengan tingkahnya.

“Yoora Eonni lucu sekali.” Yoona tertawa kecil. “Aku ingin memiliki kakak perempuan sepertinya.”

Kalau begitu menikahlah denganku, Yoona… maka Yoora Noona akan menjadi kakakmu juga.

Aku mengulum senyum dan pamit padanya untuk melanjutkan pekerjaanku yang sempat tertunda. Yoona tersenyum padaku lalu mengangguk. Ah, dia adalah Yoonaku…

Dulu.

.

.

.

.

Aku menemui Kris sesuai dengan apa yang di katakan oleh Luhan kemarin. Ia sedang bermain basket bersama temannya saat aku datang. Aku mengeluarkan kedua tanganku dari saku celana lalu melipatnya di depan dada. Kemudian Kris menghampiriku setelah menyadari keberadaanku.

“Sepertinya pria itu benar-benar mengatakannya padamu.”

“Jika tidak aku tidak mungkin berada disini sekarang.”

Kris tersenyum sinis. “Kau Park Chanyeol, kan?”

“Ku pikir kau sudah tahu tentangku karena kau memanggilku kesini.”

“Jauhi Yoona.”

Aku mengernyit. Kenapa aku harus menjauhi Yoona? Meskipun ia adalah mantan kekasihku—sekaligus gadis yang masih ku cintai—tetapi Yoona adalah temanku. Kami sudah berteman sejak kecil.

Kris menyipitkan matanya saat aku tak kunjung menjawabnya. “Sebenarnya aku ingin bertaruh denganmu.”

“Ya.” jawabku tanpa ragu. Aku memang sudah menduga hal ini akan terjadi.

“Di pertandingan nanti, jika kau menang, aku akan putus dengan Yoona dan menjauh darinya. Tetapi jika aku yang menang,” sorot mata Kris berubah tajam. “Kau yang harus menjauh dari Yoona dan mengakui kalau kau memang tidak pantas berada di tim basket mana pun.”

Setelah urusan kami selesai, aku langsung beranjak pergi dan meninggalkan Kris yang kembali bermain basket dengan temannya. Hujan tiba-tiba turun saat aku baru saja sampai. Aku berhenti di depan rumah Yoona, lalu mendongak untuk menatap kamarnya yang berada di lantai dua. Lampu kamarnya menyala yang berarti ia ada disana. Aku menarik napas panjang sebelum meninggalkan rumahnya.

“Chanyeol?”

Yoona baru saja keluar dari rumahku dan kini berdiri di depan pagar sembari memegang payung kesukaannya. Ia terkejut menatapku yang basah kuyub. Bibirnya terbuka ingin mengatakan sesuatu, namun sedikit pun tidak ada yang keluar dari sana.

Aku berjalan menghampirinya dengan senyum kecil. “Hai.”

“Chanyeol, apa yang terjadi?” perkataannya membuatku berhenti tepat di hadapannya. “Kau terlihat berantakan, apa kau baru saja berkelahi?”

Yoona, maafkan aku.

“Kenapa kau membiarkan dirimu sendiri basah kuyub? Hujan ini deras sekali, seharusnya kau berteduh dulu di suatu tempat sebelum pulang.”

Yoona…

“Sebenarnya aku mencarimu, karena itu aku pergi ke rumahmu. Aku ingin menanyakan tentang pernikahan Yoora Eonni dan Jaehyun Oppa—“

…aku mencintaimu.

Aku sedikit mengangkat payungnya lalu mendekatkan wajahku pada Yoona untuk mencium bibirnya.

.

.

.

.

Hari pertandingan pun tiba. Kris benar-benar berusaha untuk mengalahkanku. Di menit pertama, timku berhasil mendapatkan skor lebih dulu. Luhan selalu memujiku kalau aku tampil lebih bagus dari biasanya. Namun sebenarnya aku merasa gugup karena sejak awal pertandingan Yoona terus menatap ke arahku.

Timku memenangkan pertandingan di ronde pertama. Saat waktu istirahat, Yoona menghampiriku dan memberikanku sebotol air mineral dengan wajah memerah.

“Berjuanglah.” ucapnya membuat jantungku semakin berdegup dengan kencang. Yoona pun kembali ke kursi penonton. Setelah itu aku mendapatkan tatapan jahil dari Luhan.

“Apa?” tanyaku pada Luhan yang tidak berhenti menatapku.

“Sebenarnya aku ingin menanyakan tentang ini padamu dari dulu tapi kau selalu menolak untuk membahasnya. Kau harus menjawabnya kali ini.” Luhan menunjuk Yoona dan aku bergantian. “Kenapa kalian bisa putus?”

Itulah yang juga membuatku bertanya-tanya sejak dulu. Kenapa kami bisa putus?

“Padahal kalian terlihat serasi, dan kau masih menyukainya. Apakah kalian putus secara sepihak?”

Aku membuka tutup botol air mineral pemberian Yoona. “Tidak, kami berdua sepakat untuk berpisah saat itu.” lalu meminum airnya hingga setengahnya.

“Lalu kenapa kalian bisa putus? Maksudku, apa alasannya?”

“Kami berpacaran karena aku yang menyatakan perasaanku lebih dulu padanya. Aku menyukai Yoona sejak ia berubah menjadi gadis yang manis di tahun pertama SMP. Yoona juga menyukaiku dan kami berpacaran. Di awal kelas dua SMA kami pun berpisah. Kami merasa bahwa perasaan kami hanya perasaan suka karena ingin main-main saja. Karena itulah kami putus.”

“Lalu setelah satu tahun berlalu, kau akhirnya menyadari kalau kau mencintai Yoona, kan?”

Benar. Tepat sekali apa yang di katakan Luhan. Butuh satu tahun untuk menyadarkan diriku sendiri bahwa aku membutuhkan Yoona.

Tapi semua itu tidak mudah seperti dulu. Mungkin Yoona tidak ingin bersamaku lagi dan kali ini ia benar-benar menyukai Kris.

“Yang kau butuhkan kali ini adalah semangat untuk mendapatkannya kembali, Chanyeol.”

Aku tidak menjawabnya. Lalu waktu istirahat kami sudah habis, aku pun kembali ke lapangan bersama Luhan untuk melakukan pertandingan selanjutnya.

.

.

.

.

Setelah beberapa ronde pertandingan terlewati, akhirnya yang memenangkan pertandingan itu adalah tim basket Kris. Tim basket Kris unggul satu poin dari tim basket kami karena aku gagal melakukan tembakan langsung. Setelah pertandingan berakhir Kris menatapku dengan senyum kemenangan yang terlihat arogan, dan aku pun melakukan apa yang sesuai dengan taruhan kami padanya. Kemudian Kris pergi bersama Yoona yang menatapku dengan sedih.

“Jangan pikirkan tentang kekalahan kita di pertandingan tadi,” Luhan menepuk bahuku. “Pikirkanlah apa yang akan terjadi di antara kau dan Yoona selanjutnya.”

“Sebenarnya Kris sengaja mendekati Yoona untuk mengalahkanku.”

“Apa?”

“Kris merasa aku sangat berbahaya karena skill basket kami sama dan seimbang. Ia menggunakan Yoona untuk membuatku tidak bermain basket lagi.”

Luhan berdecak. “Licik sekali. Lalu apa yang akan kau lakukan selanjutnya?”

“Mungkin aku akan menyerah untuk basket… tapi aku tidak akan menyerah untuk Yoona.”

.

.

.

.

“Oh, Chanyeol. Apakah kau kesini untuk menemui Yoona?”

“Ya, Paman.”

“Masuklah, ia ada di kamar. Sebenarnya kami merasa bingung karena ia tadi pulang sembari menangis.”

“Yoona menangis?”

“Apakah kalian bertengkar?”

“Apa? Tidak, Paman.”

“Kalian ini masih muda, kalau tidak bisa menjaga hubungan dengan baik nanti tidak akan bisa menikah. Yoona adalah putriku satu-satunya, aku tidak ingin lama memiliki cucu.”

“Suamiku, berhenti mengatakan hal yang tidak berguna pada Chanyeol.”

“Aku mengatakan ini untuk masa depan anak kita. Chanyeol, kau akan menjadi menantu kami, kan?”

“Eh?”

“Mereka masih harus memikirkan tentang cita-cita mereka, suamiku. Chanyeol, segeralah naik ke atas dan temui Yoona. Mungkin kau bisa membantu menyelesaikan masalahnya. Jika sudah selesai turunlah lalu kita makan malam bersama.”

“Baik, Bibi, terimakasih banyak.”

Aku langsung berlari menaiki tangga untuk pergi ke kamar Yoona sembari tersenyum memikirkan perkataan Paman Im tadi. Kebetulan sekali Yoona baru saja membuka pintu. Aku segera mendorong tubuhnya masuk kembali dan menutup pintu dengan kakiku.

“Chanyeol?” ucapnya terkejut. “Sedang apa kau disini?”

“Yoona, apa kau menangis?”

Yoona menolak untuk menatapku saat aku mengatakan itu. Aku menarik napas panjang lalu mengajaknya untuk duduk di atas ranjangnya.

“Apa kau putus dengan Kris?”

Yoona menoleh padaku dengan cepat. “Bagaimana kau bisa tahu?”

“Kris mendekatimu hanya untuk mengalahkanku.”

“Bahkan kau juga tahu tentang itu?”

“Yoona… aku mencintaimu.”

“A-apa?”

Aku memeluk Yoona dengan erat dan mengulangi perkataanku. Gadis itu tidak memberontak atau pun membalas pelukanku. Mungkin ia sangat terkejut dengan pernyataan cintaku yang tiba-tiba.

Namun saat aku melepas diri dan menatapnya, gadis itu sedang menangis.

“Setelah pertandingan tadi, Kris mengatakan kepadaku tentang taruhan kalian, dan ia pun menginginkanku untuk menjauhimu. Awalnya aku tidak tahu kenapa ia melakukan itu padamu, tapi akhirnya aku menyadari kalau ia hanya ingin memanfaatkanku.”

Aku menyentuh bahu Yoona. “Kalau kau sudah tahu, kenapa kau masih bersamanya?”

“Karena ku pikir kau tidak menginginkanku lagi.”

“Apa?”

“Lalu aku pun meminta putus darinya—“

“Dan alasanmu meminta putus dengannya karena kau mencintaiku, kan?”

Gadis itu tersentak.

“Maafkan aku, Yoona, karena menyeretmu pada hubungan yang ku buat hanya untuk main-main saja. Saat itu aku tidak tahu kalau aku tidak sekadar menyukaimu, tetapi mencintaimu. Mungkin aku hanya merasa lemah pada pesonamu yang tiba-tiba meninggi saat SMP dulu. Namun kali ini aku benar-benar serius—“

Yoona menghentikan ucapanku dengan ciumannya.

“Aku senang karena kau juga mencintaiku. Aku sempat merasa sedih karena kau kalah taruhan dengan Kris dan itu berarti kau akan menjauhiku.”

“Yoona…”

“Sebenarnya selama ini aku hanya memikirkanmu. Sejak kau menjadi anggota tim basket, banyak gadis yang mengejarmu. Bahkan beberapa gadis dari kelas sebelah menyerahkan surat cinta dan cokelat padaku agar bisa ku berikan padamu. Tetapi tanpa sepengetahuan mereka aku membuang dan membakar semua itu. Aku merasa sangat cemburu.”

Yoona yang berbicara dengan wajah memerah dan ekspresi kesal itu terlihat sangat menggemaskan. Aku bergerak mendekat untuk mencium bibirnya, namun gadis itu segera menahan bibirku dengan jari telunjuknya. Wajahnya semakin memerah.

“K-katakan sesuatu.”

“Yoona, aku hanya mencintaimu sejak dulu.”

Setelah mengatakan itu, kami pun berciuman. Aku memeluknya dengan erat. Sesaat setelah kami selesai berciuman dan menarik napas panjang, tiba-tiba Yoona menatapku dengan wajah serius.

“Chanyeol, apa kau akan berhenti main basket?” Yoona menahanku yang ingin menciumnya lagi. “Apa kau akan menyerah begitu saja karena taruhanmu dengan Kris?”

Aku terkekeh. “Ku pikir aku bisa menyerah pada basket.”

“Tidak boleh!”

“Kenapa? Bukankah kau cemburu jika aku bermain basket karena banyak gadis yang mengejarku?”

Yoona menggerutu dan memukul dadaku. “Jangan menggodaku. Lagipula kau sangat menyukai basket, kau bilang kau tidak bisa hidup tanpa basket.”

“Tapi aku lebih tidak bisa hidup jika tanpa dirimu.”

Wajah Yoona memerah. Aku baru saja ingin menggodanya lagi namun tiba-tiba pintu kamar Yoona terbuka dan menampilkan Yoora Noona bersama Jaehyun Hyeong yang datang dengan wajah cemas. Kami segera berdiri dari ranjang dan bergerak menjauh.

Eo-eonni, ada apa?”

“Yoona, Paman bilang kalau kau sedang menangis, dan Chanyeol datang untuk menemuimu.” Yoora Noona menatapku dengan mata menyipit. “Apa kau yang membuatnya menangis?”

“Apa? Bukan.”

“Awas kau kalau sampai menyakiti Yoong-ku.”

Jaehyun Hyeong hanya tersenyum sembari meringis melihat tunangannya yang memeluk Yoona dengan wajah mengancam padaku. Aku menarik napas berat dan berjalan keluar dari kamar.

“Hei, kau mau kemana?”

Eonni, jangan marah pada Chanyeol.”

“Aku ingin memukulnya karena kalian hampir berpisah.”

“Tapi dia tidak melakukan apapun, Eonni.”

“Sayang., sudahlah.”

Aku menutup telingaku dengan kedua tangan. Aku dan Yoona pasti tidak bisa bermesraan malam ini karena Noona pasti akan terus mengoceh padaku.

Aku menoleh pada ketiga orang yang berjalan di belakangku. Saat kami baru saja akan sampai di tangga, aku melihat Yoona yang tersenyum dan berkata tanpa suara padaku.

“Malam ini datanglah ke kamarku lewat jendela. Ayo kita habiskan malam bersama.”

Yaah… setidaknya aku mendapatkan kembali apa yang seharusnya memang menjadi milikku.

Aku membalas senyumannya dengan kedipan sebelah mata.

 

 

디엔

26 thoughts on “We Were In Love

  1. uuuaaa so sweet..keknya kris harus di timpuk biar gk gitu lgi..akhir” ini kakak suka buat cerita scholl life..disini chanyeol gk mesum kek biasanya alhamdulillah
    btw waltz nya kpn di lanjutin kak?
    keep writing kak^^

    Like

  2. wah keren..jd yoona chanyeol pts krn tdk mnydri cnta masing2 n kluarga mrk udah tau n mrstui…q pkr kris bnrn ska ma yoona trnyt cm pngen ngalahn kris….bkn sequelnya dnk

    Like

  3. Kenapa aku selalu jd bayangin Kris itu botak.. Kan aneh u,u
    Kebayang trus ama botaknya, yah walaupun entar numbuh lagi rambutnya tp masih kebayang sampe sekarang lol
    Duhhh.. Basket, jd keinget tim garuda bandung si diftha pratama sama danel wenas xD
    Itu Jaehyun si Ahn Jaehyun bukan? Dia kan mau nikah sama Goo Hyesun kok jd nikah ama kakak Cy *abaikan ini hhahah

    Liked by 1 person

  4. Ini kayaknya perlu sequel buat nyeritain(?) ‘menghabiskan malam bersama mereka di kamar’ #harus #harus #harus #apaini

    Oke thorr, fighting yaa ^^ ditunggu kelanjutan fanfic plus fanfic baru lainnya ❤ ❤

    Like

  5. Manis bnget,, hahaha… Suka, ceritanya sedrhana, tpi bkin jtuh cinta, huaa love it..
    OK, dtunggu krya slnjutnya!!
    FIGHTING!!!

    Like

  6. cieeee balikan lagi CLBK *cinta lama belum kelar# kekekek

    oh ya thor yang waltz dong 😀
    udah kangennn sampeke ubun ubun cyiin XD

    Like

  7. 2 judul baru dan chanyeol-nya ga mesum.. lg tobat kah dia?? Tp lebih suka karakter dia yg mesum2 romantis gitu.. soalnya cucok bgt sm dianya hehe.
    Judul baru lg dong thor.. jgn ngilang smpe sebulanan lg,, bikin frustasi deh..

    Like

  8. Huwaaaa, romantis bnget mereka berdua… Chanyeol appa sama Yoona eomma kekekeke :v Yehett, Chanyeol rjin amat nyuci piring wkwkwkw :v biasanya kan dia mesum amat huwahahahaha 😀 oke… Next fict ditunggu!!!

    Like

  9. huwaaa😂😂😂 makasi thor utk ff yg lucu dan menggemaskan ini. Aku bacanya senyum2😊 banyakin yg romance ala komedi dong thor hihii *plak banyak mau..
    Jgn yg sedih trs dong thor aku bacanya kasiann😢 wkwkw
    Fighting thor!!!

    Like

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.